ASUHAN KEPERAWATAN PPOM (PENYAKIT PARU OBTRUKSI MENAHUN)
BAB I
TINJAUAN TEORI
- KERANGKA KONSEP
- DEFINISI
Penyakit Paru Obstruksi Menahun
(PPOM) merupakan sejumlah gangguan yang mempengaruhi pergerakan udara dari dan
ke luar paru. Gangguan yang penting
adalah bronchitis obstruktif, emfisema, dan asma bronchial. (Black,
1993).
PPOM merupakan suatu istilah yang
sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan
ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara. (Somantri. 2009).
PPOM merupakan kondisi irreversible
yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan
keluar udara paru-paru. (Brunner, 2001).
Klasifikasi PPOM mencakup :
a.
Bronkitis Kronis didefinisikan
sebagai adanya batuk produktif yang berlangsung 3 bulan dalam satu tahun selama
2 tahun berturut-turut. (Brunner, 2001)
b.
Emfisema adalah perubahan
anatomi parenkim paru ditandai dengan pelebaran dinding alveolus, duktus
alveolar, dan dekstruksi dinding alveolar. (Mutaqqin, 2008).
c.
Asma adalah penyakit jalan
napas obstrukrif intermiten, reversible dimana trakea dan bronki berespon dalam
secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. (Brunner, 2001).
- ANATOMI FISIOLOGI
Anatomi saluran pernapasan terdiri
atas saluran pernapasan bagian atas ( rongga hidung, sinus paranasal, dan faring),
saluran pernapasan bagian bawah (
laring, trachea, bronkus, dan alveoli), sirkulasi pulmonal (ventrikel kanan,
arteri pulmonal, kapiler pulmonary, venula pulmonary, vena pulmonary,atrium
kiri), paru (paru kanan 3 lobus dan paru kiri 2 lobus), rongga pleura, dan
otot-otot pernapasan.
Bronkus mempunyai stuktur serupa
dengan trakea. Bronkus kiri dan kanan
tidak simetris. Bronkus kanan lebih
pendek, lebih lebar, dan arahnya hampir vertical dengan trakea. Sebaliknya, bronkus kiri lebih panjang, lebih
sempit, dan sudutnya lebih runcing. Untuk
anatomi ini memiliki implikasi klinis tersndiri jika ada benda asing yang
terinhalasi karena arah dan lebarnya. Dinding
bronkus dan cabang – cabangnya dilapisi epithelium batang, bersilia dan
berlapis semu.
Paru merupakan organ yang elastis,
berbentuk kerucut, dan terletak dalam rongga thorak. Kedua paru di pisahkan oleh mediastinum
sentral yang berisi jantung dan beberapa pembuluh darah besar. Paru
kanan lebih besar dari paru kiri. Selain
itu, paru juga di bagi menjadi 3 lobus, 1 lobus pada paru kanan dan 2 lobus
pada paru kiri. Lobus – lobus tersebut
di bagi menjadi beberapa segmen, yaitu I0 segmen pada paru kanan dan 9 segmen
pada paru kiri.
Pernapasan (respirasi) adalah
peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen kedalam tubuh
(inspirasi) serta mengeluarkan udara yang mengandung karbondioksida sisa
oksidasi keluar tubuh (ekspirasi).
Proses bernapas berlangsung dengan dukungan system saraf pusat dan system
kardiovaskular, yang memberikan dorongan ritmis dari dalam untuk berrnapas dan
secara reflex merangsang otot diagrafma dan otot dada yang akan memberikan
tenaga pendorong bagi gerakan udara.
Inspirasi terjadi bila tekanan
intrapulmonal (intra-alveoli) lebih rendah dari tekanan udara luar. Pada inspirasi biasa tekanan ini berkisar
antara 1-3mmHg. Pada inspirasi dalam, tekanan intra-alveoli
mencapai 30mmHg. Ekspirasi berlangsung
bila tekanan intrapulmonal lebih tinggi daripada tekanan udara luar, sehingga
udara bergerak ke luar paru-paru.
Meningkatnya tekanan dalam rongga paru terjadi apabila volume rongga
paru mengecil akibat proses penguncupan yang disebabkan daya elastisitas
jaringan paru. Penguncupan paru terjadi
bila otot-otot inspirasi mulai berelaksasi.
Pada proses ekspirasi biasa tekanan intra-alveoli sekitar 1-3mmHg.
Fungsi anatomi yang cukup baik ini
baik dari semua system ini penting untuk respirasi sel. Malfungsi dari setiap komponen dapat
mengganggu pertukaran dan pengangkutan gas serta dapat sangat membahayakan.
- PATOFISIOLOGI
Bronkitis kronis Emfisema Asma bronchial
Penumpukan
lendir dan sekresi Obstruksi
pada pertukaran oksigen jalan napas
Yang sangat
banyak dan
karbondioksida terjadi akibat bronchial
Menyumbat jalan napas kerusakan dinding
alveoli menyempit dan membatasi jumlah
Udara yang mengalir ke dalam paru-paru.
Gangguan
pergerakan udara
Dari dan ke luar paru.
Penurunan
kemampuan Peningkatan
usaha dan frekuensi
Batuk efektif pernapasan,
penggunaan otot bantu
Pernapasan
Ketidakefektifan bersihan Respon
sistemik dan psikologis
Jalan napas (DP II)
Resiko tinggi infeksi
Pernapasan (DP III)
Peningkatan
kerja pernapasan Keluhan sistemis, mual, Keluhan psikososial, kecemasan,
Hipoksemia secara reversible Intake nutrisi tidak
adekuat, ketidaktahuan akan prognosis.
Malaise, kelemahan, dan
Keletihan fisik
Gangguan pertukaran gas (DP I)
Gangguan pemenuhan ADL (DP
IV) Ketidaktahuan/pemenuhan informasi
(DP V)
- ETIOLOGI
Pasien dengan
penyakit paru obstruksi menahun biasanya juga menderita bronchitis kronis,
emfisema, dan asma. Penyebab dari
penyakit itu sendiri meliputi :
a.
Bronchitis kronis, penyebabnya
:
-
Merokok
-
Virus (Rhinovirus
Respiratorisyncitial Virus/RSV, Virus Influenza, Virus Parainfluenza, dan
Coxsackie Virus)
-
Bakteri (Staphilococcus,
Streptococcus, Pneumococcus, Haemophilus Influenza)
b.
Emfisema, penyebabnya :
-
Idiopatik
-
Merokok (timbul setelah
bertahun-tahun)
-
Perokok pasif (pajanan
berulang ke asap rokok)
-
Keturunan
-
Infeksi saluran
pernapasan atas
-
Hipotesis
Elastase-Anielastase
c.
Asma Bronkial, penyebabnya :
-
Alergen
-
Infeksi saluran
pernapasan
-
Tekanan jiwa
-
Olahraga/kegiatan jasmani
yang berat
-
Obat-obatan
-
Polusi udara
-
Lingkungan kerja
- MANIFESTASI KLINIS
Akan dijumpai gejala-gejala dari penyebab penyakit paru
obstruksi menahun :
a.
Bronkitis kronis
-
Batuk yang sangat
produktif, purulen, dan mudah memburuk oleh iritan-iritan inhalan, udara
dingin, atau infeksi.
-
Sesak napas dan dispnu.
b.
Emfisema
-
Terperangkapnya udara
akibat hilangnya elastisitas paru menyebabkan dada mengembang.
-
Penurunan pertukaran gas
akibat rusaknya dinding alveolus.
-
Takipnu akibat hipoksia dan
hiperkapnia.
-
Suatu perbedaan kunci
antara emfisema dan bronchitis kronis adalah pada emfisema tidak terjadi
pembentukan mukus.
c.
Asma
-
Dispnu berat
-
Retraksi dada
-
Napas cuping hidung
-
Peningkatan jelas usaha
napas
-
Wheezing
-
Pernapasan yang dangkal
dan cepat
-
Selama serangan asma,
udara terperangkap karena spasme dan mucus memperlambat ekspirasi.
-
- PENATALAKSANAAN
a.
Bronkitis kronis
- Penyuluhan agar pasien menghindari
pajanan iritan lebih lanjut, terutama asap rokok.
- Terapi antibiotic profilaktik.
- Diberikan bronkodilator
- Ekspektoran dan peningkatan asupan cairan
- Terapi oksigen.
b. Emfisema
Pengobatan emfisema ditujukan untuk menghilangkan
gejala dan mencegah perburukan keadaan.
Emfisema tidak dapat
disembuhkan.
Pengobatan mencakup :
-
Mendorong pasien agar
berhenti merokok.
-
Mengatur posisi dan pola
bernapas untuk mengurangi jumlah udara yang terperangkap.
-
Memberi pengajaran
mengenai teknik-teknik relaksasi dan cara-cara untuk menyimpan energy.
-
Terapi oksigen agar dapat
menjalankan tugas sehari-hari.
c.Asma
-
Pencegahan terhadap
pemajanan alergen.
-
Memantau ventilasi secara
berkala.
-
Pemakaian obat-obat anti
inflamasi.
-
Intervensi perilaku.
-
Intervensi farmakologi.
-
Golongan metil- xantin
juga menghilangkan spasme
-
Obat –obatan
antikolinergik.
-
Anti histamin di berikan
untuk mengurangi peradangan.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
I.
PENGKAJIAN
a.
Anamnesis
Dispnu adalah keluhan utama PPOM. Pengkajian mencakup
pngumpulan informasi tentang gejala-gejala terakhir juga manifestasi penyakit
sebelumnya.
Data subjektif:
-
Sudah berapa lama pasien
mengalami kesulitan pernapasan?
-
Apakah aktivitas
meningkatkan dispnu? Jenis aktivitas apa?
-
Berapa jauh batasan
pasien terhadap toleransi aktivitas?
-
Kapan selama siang hari
pasien mengeluh paling letih dan sesak napas?
-
Apakah kebiasaan makan
dan tidur terpengaruh?
-
Apa yang pasien ketahui
tentang penyakit dan kondisinya?
Data Objektif:
-
Berapa frekuensi nadi dan
pernapasan pasien?
-
Apakah pernapasan sama
dan tanpa upaya?
-
Apakah pasien
mengkontraksi otot-otot abdomen selama inspirasi?
-
Apakah pasien menggunakan
otot-otot asesoris pernapasan selama pernapasan?
-
Apakah tampak sianosis?
-
Apakah vena leher pasien
tampak membesar?
-
Apakah pasien mengalami
udema perifer?
-
Apakah pasien batuk?
-
Apa warna, jumlah, dan
konsistensi sputum pasien?
-
Bagaimana status sensorik
pasien?
-
Apakah terdapat
peningkatan stupor atau kegelisahan?
b.
Riwayat sekarang
Klien biasanya mempunyai riwayat merokok dan riwayat
batuk kronis, bertempat tinggal atau bekerjadi area dengan polusi udara berat.
c.
Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya riwayat alergi pada keluarga dan riwayat asma
pada anak-anak. Riwayat obat-obatan yang
pernah dikonsumsi klien.
d.
Pemeriksaan fisik
-
Inspeksi
Pada klien dengan PPOM, terlihat adanya peningkatan
usaha dan frekuensi pernapasan serta penggunaan otot napas bantu. Pada inspeksi biasanya dapat terlihat klien
mempunyai bentuk dada barrel chest akibat udara yang terperangkap, penipisan
masa otot, bernapas dengan bibir yang dirapatkan, pernapasan abnormal yang
tidak efektif. Pada tahap lanjut, biasa
pada PPOM terjadi dipsnu, batuk produktif dengan sputum purulen disertai dengan
demam yang mengidentifikasikan adanya tanda pertama infeksi pernapasan.
-
Palpasi
Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil premitus
menurun.
-
perkusi
Pada perkusi terdapat suara normal sampai hipersonor.
Sedangkan diagrafma menurun.
-
Auskultasi
Sering didapat ada bunyi nafas ronchi dan weezing sesuai
tingkat keparahan obsruksi pada bronchiolus.
Dasar Data Pengkajian Pasien
Aktivitas/Istirahat
Gejala : Keletihan, lelahan, malaise. Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
sehari-hari karena sulit bernapas.
Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi. Dispnea pada saat istirahat atau respon
terhadap aktivitas atau latihan.
Tanda : Keletihan, insomnia, gelisah. Kelemahan umum/massa otot.
Sirkulasi
Gejala : Pembengkakan pada
ekstremitas bawah.
Tanda : Peningkatan TD. Peningkatan frekuensi jantung/takikardia
berat, disritmia. Distensi vena leher
(penyakit berat). Edema dependen, tidak
berhubungan dengan penyakit jantung.
Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan peningkatan diameter AP
dada). Warna kulit/membrane mukosa:
normal atau abu-abu/sianosis; kuku tabuh dan sianosis perifer. Pucat dapat menunjukkan anemia.
Integritas Ego
Gejala : Peningkatan factor
resiko. Perubahan pola hidup
Tanda : Ansietas, ketakutan, peka
rangsang.
Makanan/Cairan
Gejala : Mual/muntah. Nafsu makan buruk/anoreksia (emfisema). Ketidakmampuan untuk makan karena distress
pernapasan. Penurunan berat badan
menetap (emfisema), peningkatan berat badan menunjukkan edema (bronchitis).
Tanda : Tugor kulit buruk. Edema dependen. Berkeringat. Penurunan berat badan, penurunan massa
otot/lemak subkutan (emfisema).
Palpitasi abdominal dapat menyatakan hepatomegali (bronchitis).
Higiene
Gejala : Penurunan
kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas sehari-hari.
Tanda : Kebersihan buruk, bau badan.
Pernapasan
Gejala : napas pendek (timbulnya
tersembunyi dengan dispnu sebagai gejala menonjol pada emfisema)khususnya pada
kerja; cuaca atau episode berulangnya sulit napas (asma); rasa dada tertekan,
ketidakmampuan untuk bernapas (asma).
“Lapar udara” kronis. Batuk
menetap dengan produksi sputum setiap hari (terutama pada saat bangun) selama
minimum 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum (hijau, putih, atau kuning)
dapat banyak sekali (bronchitis kronis).
Episode batuk hilang-timbul, biasanya tidak produktif pada tahap dini
meskipun dapat menjadi produktif (emfisema).
Riwayat pneumonia berulang, terpajan pada polusi kimia/iritan pernapasan
dalam jangka panjang (mis.,rokor sigaret) atau debu/asap (mis.,abses, debu
batubara, rami katun, serbuk gergaji).
Factor keluarga dan keturunan, mis., defisiensi alfe-antitripsin
(emfisema). Penggunaan oksigen pada
malam hari atau terus-menerus.
Tanda : pernapasan : Biasanya cepat,
dapat lambat; fase ekspirasi memanjang dengan mendengkur, napas bibir
(emfisema). Lebih memilih posisi tiga
titik (‘tripot”) untuk bernapas (khususnya dengan eksaserbasi akut bronchitis kronis). Penggunaan otot bantu pernapasan, mis.,
meningkatkan bahu, retraksi fosa suprsklafikula, melebarkan hidung. Dada : Dapat terlihat hiperinflasi dengan
peninggian diameter AP (bentuk-barrel); gerakan diagrafma minimal. Bunyi napas : Mungkin redup dengan ekspirasi
mengi (emfisema); menyebar, lembut, atau krekels lembab kasar (bronchitis);
ronki, mengi, sepanjang area paru pada ekspirasi dan kemungkinan selama
inspirasi berlanjut sampai penurunan atau tak adanya bunyi napas (asma). Perkusi : Hiperesonan pada area paru
(mis.,jebakan udara dengan emfisema); bunyi pekak pada area paru
(mis.,konsolidasi, cairan mukosa).
Kesulitan bicara kalimat aatau lebih dari 4 atau 5 kata sekaligus. Warna : Pucat dengan sianosis bibir dan dasar
kuku; abu-abu keseluruhan; warna merah (bronchitis konis,”biru
menggembung”). Pasien dengan emfisema
sedang sering disebut “pink puffer” karena warna kulit normal meskipun
petukaran gas tak normal dan frekuensi pernapasan cepat. Tabuh pada jari-jari (emfisema).
Keamanan
Gejala : Riwayat reaksi alergi atau
sensitive terhadap zat/factor lingkungan.
Adanya/berulangnya infeksi.
Kemerahan/berkeringat (asma).
Seksualitas
Gejala : Penurunan libido
Interaksi social
Gejala : Hubungan
ketergantungan. Kurang system
pendukung. Kegagalan dukungan
dari/terhadap pasangan/orang terdekat.
Penyakit lama atau ketidakmampuan membaik.
Tanda : Ketidakmampuan untuk
membuat/mempertahankan suara karena distress pernapasan. Keterbatasan mobilitas fisik. Kelalaian huubungan dengan anggota keluarga
lain.
e.
Pemeriksaan Diagnostik
Pengukuran fungsi paru
-
Kapasitas inspirasi
menurun
-
Volume residu : meningkat
pada empisema, bronchitis, dan asma
-
FEV1 selalu
menurun = derajat obstruksi progresif penyakit paru obstruktif kronis
-
FVC awal normal menurun pada bronchitis dan asma
-
TLC normal sampai
meningkat sedang ( predominan pada emfisema )
Analisa Gas Darah
PaO2 menurun, PCO2 meningkat ,
sering menurun pada asma. Nilai pH normal, asidosis alkalosis, respiratorik
ringan sekunder.
Pemeriksaan
Laboratorium
-Hemoglobin ( Hb ) dan
hematokrit ( Ht ) meningkat pada polisitemia
-jumlah darah merah
meningkat.
-eosinopil dan total
IgE serum meningkat.
-pulse oksimetri –
SaO2 oksigenasi menurun
-elektrolit menurun
karena pemakaian obat diuretik.
Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan gram kuman
/ kultur adanya infeksi campuran. Kuman patogen yang biasa di temukan adalah
streptococcus pneumoniae, hemophylus Influenzae, dan Moraxella Catarrhalis.
Pemeriksaan radiologi
thorak foto(Ap dan lateral).
Menunjukkan adanya
hiperinflasi paru,pembesaran jantung dan bendungan area paru. Pada emfisema
paru didapatkan diafragma dengan letak
yang rendah dan mendatar, ruang udara retrostenal > (foto lateral), jantung
tampak bergantung, memanjang dan menyempit.
Pemeriksaan bronkogram
Menunjukan dilatasi
bronkhus, kolap bronkhiale pada ekspirasi kuat.
EKG
Kelainan EKG yang
paling awal terjadi adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat kor
pulmonal,terdapat deviasi aksis kekanan dan P-pulmonal pada hantaran II,III,dan
aVF. Voltase QRS rendah . di V 1 rasio R/S lebih dari I dan di V6 V1 rasio R
kurang dari 1.Sering terdapat RBBB inkomplet.
PENATALAKSANAAN MEDIS
Intervensi medis
bertujuan untuk ;
-
Memelihara kepatenan jalan napas dengan menurunkan spasme bronkus dan
membersihkan secret yang berlebihan.
- Memelihara keefektifan pertukaran gas.
- Mencegah dan
mengobati infeksi saluran pernapasan
- Meningkatkan toleransi latihan.
- Mencegah adanya komplikasi ( gagal nafas akut
dan status asmatikus )
- Mencegah allergen / iritasi jalan nafas
- Membebaskan adanya kecemasan dan
mengobati depresi yang menyertai adanya obstruksi
jalan nafas kronis.
Manajemen medis yang diberikan berupa :
1.Pengobatan farmakologi
a. Anti inflamasi ( kortikosteroid, natrium kromolin,
dsb )
b. Bronkodilator
Adrenergik : efedrin,
efinefrin, dan beta adrenergic agonis selektif.
Nonadrenergik :
aminofilin, teofilin.
c.Antihistamin
d.Steroid
e.Antibiotik
f.Ekspektoran
Oksigen digunakan 3L/menit dengan nasal kanule.
2. Higiene paru
Cara ini bertujuan untuk membersihkan secret dari paru, meningkatkan
kerja silia,dan menurunkan resiko infeksi. Dilaksanakan dengan nebulizer,
fisioterapi dada, dan postural drainase.
3. Latihan
Bertujuan untuk mempertinggi kebugaran, dan melatih fungsi otot
skleletal agar lebih efektif. Dilaksanakan dengan jalan sehat.
4. Menghindari bahan iritan
Misalnya asap rokok
5. Diet.
Klien sering mengalami kesulitan makan karena adanya dispnea.
Pemberian porsi yang kecil namun sering lebih baik dari pada makan sekaligus
banyak.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan retensi CO2
, peningkatan sekresi, peningkatan pernafasan, dan proses penyakit.
2.Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan
adanya bronkhokonstriksi, akumulasi secret jalan nafas, dan menurunnya
kemampuan batuk efektif.
3. Resiko tinggi infeksi pernapasan ( pneumonia ) yang berhubungan dengan akumulasi secret jalan
nafas dan menurunnya kemampuan batuk efektif.
4. Gangguan ADL yang berhubungan dengan kelemahan fisik umum dan
keletihan.
5. Defisit pengetahuan tentang prosedur perawatan diri yang akan di
lakukan di rumah.
1.
RENCANA KEPERAWATAN
Dx 1
Tujuan: dalam waktu 3x24jam setelah diberikan
intervensi pertukaran gas membaik.
kriteria hasil: frekuensi napas 16-20x/menit,frekuensi nadi
70-90x/menit dan warna kulit normal,tidak ada dispnea dan GDA dalam batas
normal.
INTERVENSI KEPERAWATAN
a.
Kaji keefektifan jalan napas
Rasional: bronkospasme di deteksi ketika terdengar mengi
saat diauskultasi dengan stetoskop.
b.
Kolaborasi untuk pemberian
bronkodilator secara aerosol.
Rasional: terafi aerosol membantu mengencerkan sekresi
sehingga dapat di buang. Bronkodilator yang di hirup sering di tambahkan
kedalam nebulizer untuk memberikan aksi bronkodilator langsung pada jalan
napas, dengan demikian memperbaiki pertukaran gas.
Tindakan inhalasi atau aerosol harus diberikan sebelum
waktu makan untuk memperbaiki ventilasi paru dan dengan demikian
mengurangi keletihan yang menyertai aktivitas makan.
c.
Lakukan fisioterafi dada
Rasional: setelah inhalasi bronkodilator nebulizer,
klien di sarankan untuk lebih mengencerkan sekresi. Kemudian membatukkan dengan
ekspulsif atau postural drainase akan membantu dalam pengeluaran sekresi. Klien di bantu untuk melakukan hal ini dengan cara yang tidak
membuatnya keletihan.
d.
kolaborasi untuk pemantauan
analisa gas arteri.
Rasional: sebagai bahan evaluasi
setelah melakukan intervensi.
e.
Kolaborasi pemberian oksigen
nasal.
Rasional: oksigen di berikan ketika terjadi hipoksemia.
Perawat harus memantau kemanjuran terafi oksigen dan memastikan bahwa klien
patuh dalam menggunakan alat pemberi oksigen.
Dx 2
Tujuan : Dalam waktu
3x24 jam setelah dilakukan intervensi jalan napas kembali efektif di tandai
dengan berkurangnya kuantits dan viskositas
Kriteria hasil :
Dapat menyatakan dan
mendemonstrasikan batuk efektif, tidak suara napas tambahan,wheezing (-), dan pernapasan klien
normal (16-20x/menit) tanpa ada penggunaan oto bantu napas.
a.
Atur posisi semi fowler.
Rasional: meningkatkan eskpansi dada.
b.
Ajarkan cara batuk efektif.
Rasional: batuk yang terkontrol dan efektif
dapat memudahkan pengeluaran dari secret yang melengket di jalan napas.
c.
Bantu klien latihan napas dalam.
Rasional: Meningkatkan gerakan secret
kedalam jalan napas besar untuk di keluarkan.
d.
Pertahankan intake cairan
sedikitnya 2500ml/ hari kecuali tidak diindikasikan.
Rasional: hidrasi yang adekuat membantu mengencerkan
sekr dan mengefektifkan pembersihan
jalan napas.
e.
Lakukan fisioterafi dada dengan
teknik postural drainase, perkusi an fibrasi dada.
Rasional: postural drainase dengan
perkusi dan vibrasi menggunakan bantuan gaya gravitasi untuk membantu
menaikkan sekresi sehingga dapat di
keluarkan atau di hisap dengan mudah.
Kolaborasi pemberian
obat: bronkodilator,nebulizer (via inhalasi) dengan golongan terbutalin 0,25 mg
fenoteral HBr 0,1% solution, orchipenalin sulfur 0,75mg.
Rasional: pemberian
bronkodilator via inhalasi akan lansung menuju area bronkus yang mengalami
spasme sehingga lebih cepat berdilatasi.
f.
Agen mukolitik dan ekspektoran
Rasional: agen mukolitik menurunkan kekentalan dan
perlengketan secret paru untuk memudahkan pembersihan. Agen ekspektoran akan
memudahkan secret lepas dari perlengketan jalan napas.
g.
Kortikosteroid
Rasional:
kortikosteroid berguna dengan keterlibatan luas pada hipoksemia dan menurunkan
reaksi inflamasi akibat edema mukosa dan dinding bronkus.
Dx 3:
Tujuan: infeksi bronkopulmonal dapat di kendalikan untuk
menghilangkan edema inflamasi dan untuk memungkinkan penyembuhan aksi siliaris
normal. Infeksi pernapasan minor yang tidak memberikan dampak pada individu
yang memiliki paru normal. Dapat berbahaya pada klien engan PPOM.
Kriteria hasil: frekuensi napas 16-20x/menit, frekuensi
nadi 70-90x/menit. Dan kemampuan batuk efektif dapat optimal, tidak ada
peningkatan suhu tubuh.
INTERVENSI:
a.
Kaji kemampuan batuk klien
Rasional: batuk yang berkaitan dengan infeksi bronchial
memulai siklus yang ganas dengan trauma dan kerusakan pada paru lebih lanjut,
kemajuan gejala, peningkatan bronkospasme, dan peningkatan lebih lanju terhadap
kerentanan infeksi bronchial. Infeksi mengganggu fungsi klien dengan PPOM.
b.
Monitor adanya perubahan yang
mengarah kepada pad tanda- tanda infeksi pernapasan.
Rasional: klien di instruksikan untuk melaporkan segera
jika sputum mengalami perubahan warna, karena pengeluaran sputum purulen atau perubahan
karakter, warna,atau jumlah adalah tanda dari infeksi.
c.
Ajarkan latihan bernapas dan
training pernapasan
Rasional: latihan bernapas. Sebagian besar individu
dengan PPOM bernapas dalam dari dada bagian atas dengan cara yang cepa dan
tidak efisien.jenis bernapas dengan dada atas ini dapat di ubah menjadi
bernapas diafragmatik dengan latihan.training pernapasan diafragmatik
mengurangi frekuensi pernapasan, mengeluarkan udara sebanyak mungkin selama
ekspirasi.
Dx 4:
Tujuan: infeksi bronkopulmonal dapat di kendalikan untuk
menghilangkan edema inflamasi dan untuk memungkinkan penyembuhan aksi siliaris
normal. Infeksi pernapasan minor yang tidak memberikan dampak pada individu yang memiliki paru normal,
dapat berbahaya bagi klien dengan PPOM.
Criteria hasil: frekuensi napas 16-20x/menit, freuensi nadi
70-90x/menit, dan kemampuan batuk efektif dapat optimal, tidak ada tanda
peningkatan suhu tubuh.
INTERVENSI
a.
Kaji kemampuan klien dalam
melakukan aktivitas
Rasional: menjadi data dasar dalam melakukan intervensi selanjutnya.
b.
Atur cara beraktivitas pasien
sesuai kemampuan
Rasional: klien dengan PPOM mengalami penurunan toleransi terhadap
olahraga pada periode yang pasti dalam satu hari. Hal ini terutama tampak nyata
pada saat bangun di pagi hari, karena sekresi bronchial dan edema menumpuk
dalam paru selama malam hari ketika individu berbaring.
c.
Ajarkan latihan otot –otot pernapasan
Rasional: setelah klien melakukan pernapasan dapat di berikan untuk
membantu menguatkan otot –otot yang di gunakn dalam bernapas. Program ini
mengharuskan klien bernapas terhadap suatu tahanan selama 10-15 menit setiap
hari. Resisten secara bertahap di tingkatkan otot- otot menjadi terkondisi
lebih baik.
Dx 5
Tujuan: Klien dan keluarga mengetahui intervensi mandiri dalam
melakukan perawatan di rumah
Kriteria hasil: klien dan keluarga mampu mengulang apa yang telah di
ajarkan.
INTERVENSI
a.
Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga
Rasional: menjadi data dasar bagi perawat untuk
menjelaskan sesuai tnigkat pengetahuan yang telah di miliki
b.
Tetapkan tujuan yang realistic
Rasional: klien dengan PPOM akan memperbaiki kualitas
hidupnya denga mengetahui tentang proses penyakit yang di alaminya.
c.
Hindari perubahan suhu yang ekstrim
Rasional: klien di instruksikan untuk menghindari panas
atau dingin yang ekstrim, panas meningkatkan suhu tubuh, karenanya meningkatkan
kebutuhan oksigen tubuh, dingin cendrung meningktakan bronkospsme.
d.
Anjurkan agar klien berhenti
merokok
Rasional: merokok menekan aktivitas sel –sel pemangsa (
makrofag ) dan mempengaruhi mekanisme pembersihan siliaris dari saluran
pernapasan, yaitu fungsi untuk menjaga saluran pernapasan yaitu fungsi untuk
menjaga saluran pernapasan bebas iritan, bakteri dan benda asing yang terhirup.
2.
EVALUASI
1.
Menunjukkan perbaikan
pertukaran gas dengan menggunakan bronkodilator dan terapi oksigen.
a.
Tidak menunjukkan tanda-tanda
kegelisahan, konfusi atau agitasi.
b.
Hasil pemeriksaan gas darah
arteri stabil tetapi tidak harus nilai-nilai yang normal karena perubahan
kronis dalam kemampuan pertukaran gas dari paru-paru.
2.
Mencapai bersihan jalan napas.
a.
Berhenti merokok.
b.
Menghindari bahan-bahan yang
merangsang dan suhu yang ekstrem.
c.
Meningkatkan intake cairan
hingga 6-8 gelas sehari.
d.
Melakukan postural drainase
dengan benar.
e.
Mengetahui tanda-tanda awal
terjadinya infeksi dan waspada terhadap pentingnya melaporkan tanda-tanda ini
jika terjadi.
3.
Memperbaiki pola pernapasan.
a.
Berlatih dan menggunakan
pernapasan diafragma dan bibir yang dirapatkan.
b.
Menunjukkan penurunan
tanda-tanda upaya bernapas.
4.
Mencapai toleransi aktivitas
dan melakukan latihan serta melakukan aktivitas dengan sesak napas.
5.
Patuh terhadap program
terapeutik.
a.
Mengikuti regimen pengobatan
yang telah di tetapkan.
b.
Berhenti merokok.
c.
Mempertahankan tingkat
aktivitas yang dapat diterima.
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
-
Penyakit paru obstruktif
menahun (PPOM) merupakan sejumlah gangguan yang mempengaruhi pergerakan udara
dari dan ke luar paru. Gangguan yang
penting adalah bronchitis obstruksi, emfisema, dan asma bronchial. (Black, 1993)
-
Penyebab PPOM itu sendiri
diakibatkan oleh bronchitis kronis, emfisema, dan asma.
-
Gambaran klinik dari PPOM
akan dijumpai gejala-gejala dari kedua penyakit, emfisema dan bronchitis.
-
Penatalaksanaan untuk
PPOM adalah sama seperti pada bronchitis kronik dan emfisema, dengan
pengecualian bahwa terapi oksigen harus dipantau secara ketat.
-
Komplikasi yang bisa
terjadi hipertensi paru yang menyebabkan
kor pulmonale dan pneumotoraks.
B. SARAN
-
Untuk instansi pendidikan
agar lebih memperbanyak literature di perpustakaan yang merupakan sumber bagi
mahasiswa untuk mendapatkan referensi sebagai bahan tambahan dan perbandingan
dalam pembuatan tugas mata kuliah.
-
Untuk mahasiswa sebagai
bahan/referensi tambahan dalam pembuatan tugas lainnya, semoga bermanfaat.
DAFTAR
PUSTAKA
Corwin, Elizabeth J.
2000. Buku Saku Patofisiologi.
Jakarta. EGC.
Doenges, Marilynn E.
1999. Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. Edisi
3. Jakarta. EGC.
Mansjoer, Arif.
1999. Kapita Selekta Kedokteran.
Edisi 3. Jilid 1. Jakarta.
Media Aesculapius.
Muttaqin, Arif.
2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta.
Salemba Medika.
0 Response to "ASUHAN KEPERAWATAN PPOM (PENYAKIT PARU OBTRUKSI MENAHUN)"
Post a Comment