Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan Bagian Atas


  1. Hidung
- Hidung terdiri dari hidung eksterna dan rongga hidung di belakang hidung   eksterna. Hidung eksterna terdiri dari kartilago sebelah bawah dan tulang hidung disebelah atas ditutupi bagian luarnya dengan kulit dan pada bagian dalamnya dengan membran mukosa.
- Konkha superior, inferior dan media ( turbinasi hidung ) merupakan tiga buah tulang yang melengkung lembut melekat pada dinding lateral dan menonjol ke dalam rongga hidung. Ketiga tulang tersebut tertutup oleh membran mukosa.
- Dasar dari hidung terbentuk oleh bagian dari maksila dan tulang palatine.   Atap dari rongga hidung merupakan celah yang sempit terbentuk oleh tulang frontalis dan sphenoid.
- Sinus paranasal terdiri dari : sphenoid, ethmoid, frontalis dan maksilaris.
  Sinus-sinus ini merupakan suatu rongga berisi udara dalam tengkorak yang berperan dalam meringankan kepala.  Sinus-sinus ini memiliki drainase ke dalam kavum nasi melalui muara-muara dibelakang konka.
- Hidung berfungsi sebagai saluran untuk udara mengalir ke dan paru – paru. Jalan nafas ini berfungsi sebagai penyaring kotoran – kotoran dan melembabkan serta menghangatkan udara yang dihirup ke dalam paru – paru. Hidung bertanggung jawab terhadap olfaktorius ( penciuman ) karena reseptor olfaksi terletak dalam mukosa hidung dan hidung juga membantu dalam persengauan.

  1. Faring
- Faring adalah ruangan dibelakang kavum oral yang meluas dari dasar tengkorak sampai laring.  Faring dapat dibagi menjadi 3 bagian: nasofaring, orofaring dan laring ofaring. Nasofaring terletak disebelah belakang rongga hidung, dibawah dasar dari tengkorak dan disebelah depan vertebra servikalis ke 1 dan 2. nasofaring bagian depan keluar ke rongga hidung dan bagian bawah keluar ke orofaring. Auditorius ( tuba eustacius ) keluar ke dinding lateral nasofaring pada masing – masing sisinya. Tonsil orofaring merupakan bantalan jaringan limfe pada dinding nasofaring posteriosuperior. Orofaring merupakan sesuatu yang umum pada sistem pernafasan dan pencernaan karena makanan masuk kedalamnya dari mulut dan udara masuk juga ke dalamnya dari nasofaring dan paru – paru.
  Orofaring pada bagian bawahnya berlanjut dengan laring ofaring, yang  merupakan bagian dari faring yang terletak tepat dibelakang laring dan ujung bawah esofagus.
- Udara diinspirasi adalah hangat. Lembab dan disaring karena udara tersebut melaui rongga hidung.
- Fungsi faring adalah untuk menyediakan saluran pada traktus respiratorius dan digestif.

  1. Laring
          -  Laring merupakan struktur yang lengkap dari kartilago, kartilago tiroid,  epiglottis, kartilago krikoid dan dua buah kartilago aritenoid.
               Kartilago tiroid terbesar pada trakhea, sebagian dari kartilago ini membentuk jakun. Epiglotis, daun katup kartilago yang menutupi ostium kearah laring selema menelan. Kartilago krikoid satu – satunya cincin kartilago yang komplit dalma laring ( terletak di bawah kartilago tiroid ). Kartilago aritenoid ( 2 buah ) kartilago aritenoid; digunakan dalam gerakan pita suara dengan kartilago tiroid. Membran mukosa : menghubungkan kartilago satu dengan lainnya dan dengan os hioideus.
-  Pita suara; ligamen yang dikontrol oleh gerakan otot yang menghasilkan bunyi suara; pita suara melekat pada lumen laring.
-   Laring terletak pada garis tengah bagian depan leher, terbenam dalam kulit, kelenjar tiroid dan beberapa otot kecil, serta pada bagian depan laring ofaringeus dan bagian atas esofagus.
-  Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi. Laring juga melindungi jalan nafas bagian dari obstruksi benda asing dan memudahkan batuk.
  1. Trakhea
-   Trakhea merupakan tuba yang lentur atau fleksibel dnegan panjang sekitar 10 cm dan lebar 2,5 cm. Trakhea menjalar dari kartilago krikoid ke bawah depan leher dan ke belakang manubrium sternum, untuk berakhir pada sudut dekat sternum. Dimana trakhea tersebut berakhir dengan membagi bagian ke dalam bronkhus kanan dan kiri. Dileher trakhea disilangi pada bagian  depannya oleh istmus dari kelenjar tiroid dan beberapa vena.
-  Trakhea terbentuk dari 16 – 20 helai kartilago yang berbentuk C dihubungkan satu sama lainnya dengan jaringan fibrosa. Dengan konstruksi yang demikian membuatnya tetap terbuka bagiamapun posisi dari kepala leher. Permukaan posterior trakhea agak pipih ( karena cincin tulang rawan disitu tidak sempurna ). Tempat dimana trakea bercabang menjadi bronkhus utama kiri dan kanan dikenal sebagai karina. Karina memiliki bagian saraf dan dapat menyebabkan bronkospasme dan batuk yang kuat jika dirangsang.

Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan Bagian Bawah

  1. Bronkhus
-  Terdapat beberapa divisi bronkhus didalam setiap lobus paru. Pertama dalah bronkhus lobaris ( tiga pada paru kanan dan dua pada paru kiri ).
Bronkhus lobaris dibagi menjadi bronkhus segmental ( 10 pada paru kanan dan 8 pada paru kiri ) , yang merupakan struktur yang dicari ketika memilih posisi drainase postural yang paling efektif untuk klien tertentu. Bronkhus segmental kemudian dibagi lagi menjadi bornkhus subsegmental. Bronkhus ini kelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki arteri, limpatik dan saraf. 
  • Bronkus segmental kemudian akan membentuk percabangan menjadi bronkhiolus, yang tidak mempunyai kartilago didalam dindingnya. Patensi bronkhiolus seluruhnya tergantung pada rekoil elastik otot polos sekelilingnya dan pada tekanan alveolar. Bronkhiolus mengandung kelenjar sub mukosa, yang memproduksi lendir yang membentuk selimut tidak terputus untuk lapisan bagian dalam jalan nafas.
  • Bronkhus dan bronkhiolus juga dilapisi oleh sel – sel yang permukaannya dilapisi oleh rambut pendek yang disebut sillia. Silia ini menciptakan gerakan menyapu yang konstan yang berfungsi untuk mengeluarkan lendir dan benda asing menjauhi paru menuju laring.
kelenjar lendir dan silia. Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori, yang dianggap menjadi saluran transisional antara jalan udara konduksi dan jalan udara pertukaran gas. Sampai pada titik ini, jalan udara konduksi mengandung sekitar 150 ml udara dalam percabangan trakeobronkial yang tidak ikut serta dalam pertukaran gas. Ini dikenal sebagai ruang rugi fisiologik. Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan sakus alveolar kemudian alveoli. Pertukaran oksigen dan karbon dioksida terjadi dalam alveoli. 

  1. Alveolus
  • Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli, yang tersusun dalam klaster antara 15-20 alveoli. Begitu banyaknya alveoli ini sehingga jika mereka bersatu untuk membentuk satu lembar, akan menutupi area 70 meter persegi.
  • Alveolus dibatasi oleh zat lipoprotein yang dinamakan surfaktan, yang dapat mengurangi tegangan permukaan dan mengurangi resistensi terhadap pengembangan pada waktu inspirasi dan mencegah kolaps pada alveolus pada waktu ekspirasi.
-   Paru-paru terdiri atas beberapa lobus.  Paru-paru kanan terdiri dari 3 lobus : atas, tengah dan bawah.  Paru-paru kiri memiliki 2 lobus : atas dan bawah.

B.     Fisiologi Pernafasan

  1. Ventilasi
-  Ventilasi adalah gerakan udara masuk dan keluar dari paru – paru. Gerakan dalam pernafasan adalah inspirasi dan ekspirasi.
-   Pada inspirasi otot diafragma berkontraksi dan kubah dari diafragma menurun, pada waktu yang bersamaan otot – otot interkostal interna berkontraksi dan mendorong dinding dada sedikit ke arah luar. Dengan gerakan seperti ini ruang didalam dada meluas, tekanan dalam alveoli menurun dan udara memasuki paru – paru.
-  Pada ekspirasi diafragma dan otot – otot interkostal eksterna relaksasi. Diafragma naik, dinding – dinding dada jatuh ke dalam dan ruang di dalam dada hilang. Pada pernafasan normal yang tenang terjadi sekitar 16 kali permenit. Ekspirasi diikuti dengan terhenti sejenak. Kedalaman dan jumlah dari gerakan pernafasan sebagian besar dikendalikan secara biokimiawi.

  1. Difusi
-   Difusi adalah gerakan diantara udara dan karbondioksida didalam alveoli dan darah didalam kapiler sekitarnya.
-   Gas – gas melewati hampir secara seketika diantara alveoli dan darah dengan cara difusi. Dalam cara difusi ini gas mengalir dari tempat yang tinggi tekanan partialnya ke tempat lain yang lebih rendah tekanan parsialnya.
Oksigen dalam alveoli mempunyai tekanan parsial yang lebih tinggi dari oksigen yang berada dalam darah dan karenanya udara dapat mengalir dari alveoli masuk ke dalam darah. Karbondioksida dalam darah mempunyai tekanan parsial yang lebih tinggi dari pada yang berada dalam alveoli dan karenanya karbon dioksida dapat mengalir dari darah masuk ke dalam alveoli.

  1. Transportasi gas dalam darah
-   Transport : pengangkutan oksigen dan karbon dioksida oleh darah: dalam sel – sel darah merah; oksigen bergabung dengan hemoglobin untuk membentuk oksihemoglobin, yang berwarna merah terang. Dalam plasma : sebagian oksigen terlarut dalam plasma.
-   Karbondioksida ditransportasi dalam darah; sebagian natrium bikarbonat  dan kalium bikarbonat dalam sel – sel darah merah dalam larutan bergabung dengan hemoblogin dan protein plasma.


  1. Pertukaran gas dalam jaringan
Metabolisme jaringan meliputi pertukaran oksigen dan karbondioksida diantara darah dan jaringan.
  1. Oksigen
Bila darah yang teroksigenisasi mencapai jaringan, oksigen mengalir dari darah masuk ke dalam cairan jaringan karena tekanan parsial oksigen dalam darah lebih besar dari pada tekanan dalam cairan jaringan. Dari dalam cairan jaringan oksigen mengalir ke dalam sel – sel sesuai kebutuhannya masing – masing.

  1. Karbondioksida
Karbon dioksida dihasilkan dalam sel mengalir ke dalam cairan jaringan. Tekanan parsial karbon dioksida dalam cairan jaringan lebih besar daripada tekannya dalam darah, dan karenanya karbon dioksida mengalir dari cairan jaringan ke dalam darah.



DAFTAR PUSTAKA
Manurung S. 2009. Seri Asuhan Keperawatan.Gangguan Sistem Pernapasan Akibat Infeksi. TIM.Jakarta
Long B.C. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Yayasan IAPK. Padjajaran. Bandung.
Price dan Wilson.Patofisiologi.EGC.Jakarta



PENGKAJIAN PADA GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN

  1. Pengkajian Data
Pengkajian data meliputi riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik dan melalui pemeriksaan diagnostik. Untuk memudahkan dalam pengkajian sebaiknya dilakukan secara berurutan mulai dari hidung dan sinus, faring, trakhea, torak dan paru – paru.
  1. Hidung dan Sinus
  1. Riwayat Kesehatan pada hidung dan sinus.
  2. Tanyakan apakah klien pernah mengalami trauma atau pembedahan hidung.
  3. Tanyakan apakah klien mempunyai alergi atau pengeluaran nasal (karakter, bau, jumlah dan lamanya berlangsung ).
  4. Adanya riwayat perdarahan hidung ( epistaksis ) Bila ada, tentukan frekuensi, banyaknya perdarahan dan faktor predisposisi.
  5. Tanyakan bila klien sering mengalami infeksi, sakit kepala, atau setelah menggunakan obat tetes hidung.
  6. Tanyakan apakah klien menggunakan obat – obatan nasal semprot atau nasal tetes ( jumlah, frekuensi, lamanya ).
  7. Tanyakan apakah klien biasa mendengkur atau mempunyai kesulitan dalam bernafas
  8. Tentukan apakah klien mempunyai riwayat memakai kokain atau inhalasi uap aerosol.

  1. Pemeriksaan fisik pada hidung dan sinus.
  2. Inspeksi hidung eksternal mengenai bentuk, ukuran dan warna kulit. Perhatikan setiap deformitas atau inflamasi. (Normalnya hidung halus dan simetris dengan warna sama seperti pada wajah)
  3. Observasi pengeluaran dan pelebaran hidung. (Normalnya hidung berbentuk oval, simetris dan tanpa pengeluaran atau pelebaran).
  4. Bila ada pengeluaran, jelaskan karakternya ( berair, mukoid, purulen, bercampur gumpalan, atau bercampur darah ), jumlah warna dan apakah unilateral atau bilateral.
  5. Palpasi lembut batang dan jaringan lunak hidung terhadap nyeri, massa dan penyimpangan dasar. Letakkan satu jari pada masing – masing sisi arkus nasal dan palpasilah dengan lembut, gerakkan jari dari batang ke ujung hidung. (Normalnya struktur tetap dan stabil terhadap palpasi, tanpa ada nyeri).
  6. Periksa patensi hidung dengan menempelkan jari pada sisi hidung dan menutup salah satu hidung. Minta klien untuk bernafas dengan mulut terkatup rapat. Ulangi untuk nares yang satunya. (Patensi nares secara bilateral harus sebanding dan bebas untuk pertukaran udara).
  7. Inspeksi mukosa nasal terhadap warna, lesi – lesi, pengeluaran, pembengkakan, massa atau adanya perdarahan saat ini. (Mukosa normal berwarna merah muda dan lembab, ditutupi dengan mukus yang jernih).
  8. Inspeksi septum nasal terhadap letak, perforasi atau perdarahan. (Posisi septum seharusnya dekat dengan garis tengah, bagian anterior lebih tebal dari bagian posterior).
  9. Palpasi sinus frontal dan maksila dengan memberi tekanan lembut ke atas menggunakan ibu jari. (Sinus – sinus secara normal tidak nyeri).
  10. Inspeksi adanya polips, lesi dan perdarahan puncak kerucut konkha tidak normal.
  11. Ketiadaan perdarahan saat pemberian sinar tembus menandakan bahwa sinus terisi sekresi atau sinus tidak pernah terbentuk.

  1. Faring
Persiapan Alat             : Senter kecil, penekan lidah, kassa persegi, sarung  tangan bersih.
Persiapan Klien           : Klien dapat duduk atau berbaring dan minta klien untuk melepas set gigi palsu dan gigi palsu satuan.
  1. Riwayat Kesehatan pada Faring
  2. Apakah klien merokok atau mengunyah tembakau, menghisap pipa ? Kebiasaan ini meningkatkan resiko kanker mulut dan tenggorokan.
  3. Apakah klien mempunyai riwayat infeksi streptokukus, tonsilektomi, atau adenoidektomi ?

  1. Pemeriksaan Fisik pada Faring
  1. Pemeriksaan Faringeal klien. Minta klien untuk mengangkat kepala sedikit ke belakang, membuka mulut dan berkata “ ah “. Tempatkan penekan lidah pada dua pertiga lidah.
  2. Gunakan senter kecil untuk menginspeksi tangkai tonsilar, uvula, palatum lunak dan faring posterior. (Dalam keadaan normal faring posterior halus, merah muda berkilau, dengan hidrasi baik. Titik – titik tidak teratur dan terdapat jaringan limfe dan pembuluh darah kecil. Eksudat jernih mungkin ditemukan pada masalah – masalah sinus kronik).
  3. Inspeksi mengenai inflamasi, lesi, edema, petekie, eksudat dan gerakan dari palatum lunak. (Dalam keadaan normal uvula dan palatum lunak terangkat saat klien berkat “ ah “. Panjang dan ketebalan uvula bervariasi. Tonsil tampak menyatu dengan warna merah muda dan faring dan seharusnya tidak menonjol lebih jauh dari tangkai – tangkainya).

  1. Pengkajian Trakhea
  1. Riwayat Kesehatan Pada Trakhea
    1. Adakah riwayat trauma pada leher.
    2. Adakah riwayat perdarahan
    3. Apakah klien menderita struma
    4. Tanyakan apakah klien mengalami kesulitan dalam bernafas.
    5. Tanyakan apakah klien pernah memakai obat – obatan.

  1. Pemeriksaan fisik pada Trakhea
Posisi dan mobilitas trakea dapat diketahui dengan palpasi :
Caranya dengan menempatkan ibu jari dan jari telunjuk dari satu tangan pada kedua sisi trakea tepat diatas takik sternum. Normalnya trakea terletak di tengah. Bila trakhea tidak di tengah mungkin karena adanya massa pada leher atau mediastinum, kelainan pleura atau pulmonal; penumotoraks.

  1. Pengkajian Toraks dan Paru – paru
Persiapan Klien : Klien duduk untuk pengkajian dada posterior dan lateral. Klien dapat duduk atau berbaring untuk pengkajian dada anterior.
  1. Riwayat Kesehatan Pada Torak dan Paru
  2. Kaji riwayat penggunaan tembakau, termasuk jumlah, lamanya merokok, usia mulai, jumlah rokok perhari, lamanya waktu sejak berhenti merokok.
  3. Apakah klien mengalami bantuk menetap(produktif atau non produktif )   , produksi sputum, nyeri dada, nafas pendek, ortopnea dan serangan ulang pneumonia atau bronkitis ?
  4. Apakah klien bekerja pada lingkungan yang mengandung polutan (contohnya asbes, debu, batubara, serbuk knalpot, iritan kimia ) ? Apakah banyak perokok lain ditempat kerja atau di rumah ( Perokok pasif ) ?
  5. Kaji riwayat alergi terhadap debu, serbuk atau iritan melalui udara, makanan, obat atau zat kimia.
  6. Kaji ulang riwayat keluarga klien untuk adanya kanker, tuberkulosis, fibrosis sistitik, alergi dan penyakit paru obstruksi kronis seperti asthma dan empisema.
  7. Apakah klien mengalami batuk menetap ( lebih dari dua minggu ), sputum berdarah, berkeringat malam, dan terjadi penurunan BB ? ini adalah tanda Tuberkulosis.
  8. Apakah klien mendapatkan vaksin pneumonia atau influenze ? Kapan klien terakhir melakukan pemeriksaan foto dada atau test Tuberkulosa ?

  1. Pemeriksaan Fisik Toraks Posterior
    1. Observasi bentuk dan simetris dada dari belakang ke depan. Ukur diameter anteriposterior. Dalam keadaan normal kontur dada relatif simetris. Bentuk tulang nyata, klavikula menonjol, sternum agak datar. Diameter anterioposterior ( depan belakang ) secara normal sepertiga sampai setengah dari diameter sisi dengan sisi.
    2. Observasi adanya penonjolan area interkostal pada ekspirasi. Dalam keadaan normal tak ada penonjolan atau gerakan aktif harus terjadi pada area interkostal karena bernafas.
    3. Catat posisi tulang spina. Lengkung iga, dan simetris skapula. Spina secara normal lurus tanpa penyimpangan ke samping. Skapula simetris dan menyentuh ketat ke dinding dada. Secara posterior, lengkung iga menyilang dan menurun.
    4. Observasi toraks keseluruhan. Tentukan frekuensi dan irama pernafasan. Secara normal, torak ekspansi dan rileks dengan kesamaan gerak secara bilateral. Frekuensi pernafasan harus 12-20 x permenit.
    5. Palpasi torak otot posterior dan rangka untuk benjolan, massa, pulsasi, nyeri tekan, gerakan atau posisi tak biasanya; dengan nyeri atau nyeri tekan, hindari palpasi dalam karena fraktur iga dapat berpindah tempat menusuk organ vital. Pada keadaan normal palpasi sedikit nyeri bila tak ada massa. Lenkgung iga kurang lebih lentur dan tulang vertebra spina kaku.
    6. Ukur Pengembangan Dada Posterior :
  • Pemeriksaan berdiri dibelakang klien dan letakkan ibu jari sepanjang penonjolan spina setinggi iga ke-10, dengan telapak menyentuh permukaan posterior.
  • Jari – hari harus terletak kurang lebih 5 cm terpisah, dengan titik ibu jari pada spina dan jari lain ke leteral.
  • Tekan tangan ke spina untuk membuat sedikit lipatan kulit antara ibu jari.
    1. Setelah ekhalasi minta klien untuk bernafas dalam; observasi gerakan ibu jari anda. Pada keadaan normal pengembangan dada harus memisahkan ibu jari 3 – 5 cm.
  1. Selama pengembangan dada lakukan palpasi untuk simetris pernafasan. Dalam keadaan normal gerakan dada simetris.
  2. Palpasi untuk taktil fremitus / vocal ( Vibrasi dada yang dapat diraba pada dinding dada selama bicara. Pada keadaan normal taktil fremitus simetris dan paling kuat pada bagian paling atas dekat percabangan trakhea dan menurun didada perifer.
  3. Letakkan pangkal atau bawah telapak pada area simetri torak, mulai pada apek paru :
    • Pada tiap posisi minta klien untuk mengatakan “99”.
    • Gunakan sentuhan yang kuat dan jelas
    • Untuk membandingkan, palpasi kedua sisi secara simultan dan simetris.
    • Bila fremitus redup, minta klien untuk berbicara lebih keras atau dengan nada lebih rendah.
  4. Perkusi dinding dada untuk menentukan apakah jaringan paru – paru terisi cairan, terisi udara, atau padat.
  5. Perkusi area interkostal pada interval 4-5 cm, mengikuti pola sistematik untuk membandingkan kedua sisi.
  6. Ukuran Pengembangan diafragma : Biarkan Klien bernafas dalam dan menahannya. Pengembangan normal berjarak 3 – 5 cm. diafragma secara normal lebih tinggi pada kanan dari pada kiri.
    • Perkusi sepanjang garis skapula sampai pada lokasi batas bawah dimana resonan berubah menjadi pekak.
    • Tandai titik dengan pensil pada kulit pada garis skapula.
    • Biarkan klien bernafas dan ulangi pada sisi lain.
    • Biarkan klien mengambil nafas banyak dan kemudian keluarkan sebanyak mungkin dan tahan.
    • Pada tiap sisi, perkusi dan buat tanda pada perubahan dari pekak menjadi resonan. Biarkan klien mulai bernafas.
    • Ukur dengan penggaris dan catat jarak dalam centimeter antara tanda pada tiap sisi.
  7. Auskultasi bunyi paru untuk mendeteksi mukus atau obstruksi jalan nafas dan kondisi paru :
    • Letakkan stetoskop dengan kuat pada kulit di atas area interkostal.
    • Minta klien untuk bernafas secara perlahan dan dalam dengan mulut sedikit tertutup. Bunyi nafas normal termasuk bunyi bronkovesikuler antara skapula (bunyi tiupan dengan inspirasi sama dan fasa ekspirasi) . Dan bunyi vesikuler pada perifer paru – paru ( bunyi lembut, berdesir, bunyi dengan nada rendah, dengan fasae inspirasi berakhir kurang lebih tiga kali lebih panjang dari fase ekpirasi ).
  8. Bila klien mempunyai riwayat gagal jantung mulai auskultasi pada dasar untuk mendeteksi bunyi gemericik yang menghilang karena pernafasan.
  9. Dengan inspirasi penuh dan ekpansi pada tiap posisi.
  10. Ikuti pola perkusi sistemik yang sama untuk membedakan kedua sisi.
Bila taktil fremitus, perkusi, atau auskultasi menyatakan abnormalitas, auskultasi untuk gangguan bunyi dengan stetoskop diletakkan pada tempat yang sama untuk mendengarkan bunyi nafas. Biarkan klien mengatakan “99” atau membisikan “ Satu, Dua, Tiga “. Pada bronkopneomoni “99” secara normal terendam dan bisikan bunyi pektoral redup dan jauh.

  1. Pengkajian Torak Lateral
    1. Klien tetap duduk dan tangan dinaikkan ke atas kepala, perluas pengkajian sampai torak lateral.
    2. Inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi torak lateral dengan cara yang sama dengan torak posterior.
    3. Gunakan metode sistemik untuk membandingkan kedua sisi. Pada keadaan normal pengembangan tidak dikaji secara lateral.

  1. Pengkajian Torak Anterior
    1. Klien tetap duduk, observasi otot bantu pernafasan: Sternokleidomastoid, trapezius dan otot abdomen. Pada keadaan normal otot bantu bergerak sedikit pada pernafasan pasif normal. Pernafasan pada pria lebih diafragmatik ( gerakan lebih pada otot abdomen ) dan respirasi pada wanita lebih kostal ( lebih banyak gerakan iga ).
    2. Observasi sudut kostal. Pada keadaan normal sudut biasanya lebih besar dari 90 derajat antara dua garis kostal.
    3. Palpasi otot torak anterior dan rangka ( lihat torak posterior ). Pada keadaan normal sternum dan xipoid secara relatif tidak lentur.
    4. Ukur pengembangan dada anterior :
      • Letakkan ibu jari sepanjang garis kosta pararel 6 cm terpisah dengan telapak menyentuh dada anterolateral.
      • Tekan ibu jari ke depan garis tengah untuk membuat lipatan kulit.
      • Mintalah klien untuk menghirup udara dengan dalam. Lakukan observasi pemisahan ibu jari. Pengembangan dada harus memisahkan ibu jari 3 – 5 cm.
    5. Klien duduk atau terlentang. Perkusi torak anterior dan perbandingkan kedua lokasi yang di bawahnya ada hati, jantung dan lambung dan hati terdengar pekak. Gelembung asam lambung bila diperkusi terdengar bunyi timpani.
    6. Perkusi dengan pola sistematik dari bawah ke klavikula, bergerak menyilang dan menurun; angkat payudara wanita bila perlu.
    7. Dengan posisi klien duduk tegak dan bahu kebelakang, auskultasi torak anterior dengan menggunakan pola yang sama dengan perkusi. Pada keadaa normal bronkovesikuler dan vesikuler terdengar di atas dan di bawah klavikula dan sepanjang perifer paru. Bunyi bronkhial normal di atas trakhea : keras, tinggi dan bergabung dengan espirasi berakhir lebih panjang dari inspirasi.
    8. Perhatikan selama auskultasi lobus bawah, dimana sekresi mukus umumnya terakumulasi.
Pengkajian data, selain melalui riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik, klien harus dilakukan pemeriksaan diagnostik atau pemeriksaan penunjang, untuk menegakkan diagnosa penyakit dan menentukan pengobatan yang akan diberikan.

  1. Pemeriksaan Diagnostik Pada Sistem Pernafasan
    1. Kultur
Pemeriksaan kultur untuk mengindentifikasi mikroorganisme yang menyebabkan infeksi klinis pada sistem pernafasan. Bahan pemeriksaan kultur antara lain sputum, apus tenggorok. Bahan pemeriksaan kultur harus segera dikirim ke laboratorium setelah pengambilan ( jangan lebih dari 30 menit ).
Bahan pemeriksaan sputum dapat mengidentifikasi tuberkulosis pulmonal, pneumonia bakteri, bronkitis kronis dan bronkiektasis. Sedangkan bahan kultur tenggorok dapat mengidentifikasi infeksi tonsil, faringitis dan organisme yang menyebabkan infeksi sistem pernafasan bawah.
Prosedur pengambilan spesimen kultur :
  • Cuci tangan sebelum dan sesudah mengambil bahan pemeriksaan.
  • Ambil spesimen sebleum pemberian terapi antibiotik. Jika perlu klien mendapat antibiotik, tuliskan nama obat pada formulir laboratorium.
  • Gunakan tabung steril untuk menyimpan bahan dan gunakan tindakan aseptik selama pengambilan bahan.
  • Bahan kultur segera dikirim ke latoratorium.

  1. Biopsi
Biopsi adalah pengembangan spesimen jaringan untuk bahan pemeriksaan, bertujuan untuk menentukan struktur dan komposisi dari jaringan yang di biopsi.
Implikasi perawatan pra biopsi.
  • Minta tanda tangan surat persetujuan klien / keluarga
  • Beri penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan
  • Atur posisi klien tergantung lokasi yang akan dibiopsi; biopsi hepar klien posisi berbaring terlentang. Biopsi paru klien dapat terlentang / duduk di kursi bersandar.

Implikasi perawatan pasca biopsi
  • Observasi lokasi biopsi
  • Jika terjadi perdarahan atau edema lakukan kompres dingin
  • Pemberian analgetik jika terjadi nyeri ( kolaborasi )
  • Observasi TTV dan lapor dokter jika terjadi peningkatna suhu.
  • Observasi adanya tanda – tanda infeksi pada lokasi biopsi.

  1. Uji Fungsi Pulmonal
Pemeriksaan fungsi pulmonal untuk mendapatkan data tentang pengukuran volume paru, mekanisme pernafasan dan kemampuan difusi paru. Uji fungsi pulmonal digunakan untuk memeriksa fisiologi pulmonal, skrining penyakit pulmonal, evaluasi preoperatif, evaluasi persiapan pelepasan ventilator dan evaluasi kemajuan penyakit pulmonal atau efek terapi serta evaluasi efek latihan pada fisiologi pernafasan.

  1. Pemeriksaan Gas Darah Arteri
Pemeriksaan gas arteri memberikan data objektif tentang oksigenasi darah arteri, pertukaran gas, ventilasi alveolar dan keseimbangan asam – basa. Analisis gas darah arteri diperlukan sampel darah arteri yang dapat diambil dari arteri femoralis, radialis atau brakhialis dengan menggunakan spuit yang telah diberi heparin untuk mencegah pembekuan darah.

  1. Radiologi Dada
Pemeriksaan radiologi atau rontgen dada dilakukan untuk mendeteksi penyakit paru antara lain; tuberkulosis, pneumonia, abses paru, atelektasis, penumotoraks, dll. Selain itu rontgen dada dapat menentukan terapi yang sesuai dan mengevaluasi efektifitas pengobatan.
Implikasi perawatan pada rontgen dada
  • Jelaskan pada klien bahwa lama pemeriksaan 10-15 menit.
  • Tanyakan pada klien wanita apakah sedang hamil, jika hamil rontgen tidak dilakukan pada trimester pertama.
  • Jelaskan pemeriksan ini tidak menimbulkan nyeri dan pemajanan pada radiasi adalah minimal.
  • Klien harus melepas perhiasan dan pakaian bagian atas saat rontgen dada.

  1. Tomografi
Pemeriksaan tomografi memberikan bayangan bagian paru – paru pada bidang yang berbeda didalam toraks. Pemeriksaan ini berguna pada pemeriksaan klien dengan tuberkulosis pulmonal, jaringan paru yang terdesak dan abses paru. Tomografi dapat memperlihatkan rongga, infiltrat nodular dan bronkiektasis yang berkaitan dengan tuberkulosis poulmonal, lesi padat yang terlihat pada karsinoma bronkogenik, kalsifikasi dan okulasi bronkial.

  1. Bronkoskopi
Bronkokopi adalah infeksi langsung terhadap laring, trakea dan bronkus, melalui suatu bronkoskopi logam standar atau bronkoskopi serta optik yang fleksibel.  Tujuannya untuk mendeteksi lesi trakeobonkial ( tumor ) dan lokasi perdarahan, mengambil benda asing, untuk pemeriksaan sitologi dan bakteriologi mukus yang menempel, untuk memperbaiki drainase trakeobronkial.
Implikasi perawatan pra bronkoskopi
  • Minta tanda tangan surat persetujuan dengan keluarga.
  • Puasakan klien selama 6 – 12 jam sebelum pemeriksaan dilakukan.
  • Lepaskan gigi palsu, kontak lensa dan perhiasan
  • Kaji terhadap hipersensivitas terhadap analgesik, anestetik dan antibiotik.
  • Periksa TTV dan berikan premidikasi
  • Klien dibaringkan di atas meja dengan posisi terlentang / semi fowler dengan kepala agak tengadah.
  • Tenggorokan disemprot dengan anestesi lokal.
  • Tempatkan spesimen diberi label dan segera dibawa ke laboratorium.
  • Lama prosedur kurang lebih 1 jam.

Implikasi perawatan pasca bronkoskopi
  • Observasi adanya komplikasi seperti : Edema laring, bronkospasme, pneumotoraks, aritmia jantung dan perdarahan.
  • Observasi TTV setiap 15 menit, 30 menit dan 1 jam sampai klien stabil
  • Kaji tanda – tanda susah bernafas : Dispnea, bersin, gelisah, dan suara nafas menurun.
  • Kaji adanya hemoptisis → Bercak darah pada mukus normal.
  • Kaji reflek gag sebelum makan dan minum
  • Berikan reflek gag sebelum makan dan minum
  • Berikan nobat – obat untuk iritasi ringan pada tenggorok setelah ada reflek gag ( kolaborasi )
  • Jelaskan pada klien agar tidak merokok selama 6 – 8 jama.

  1. Pemeriksaan Sputum
Tujuan Pemeriksaan sputum untuk mengidentifikasi organisme patogenik dan untuk menentukan apakah terdapat sel – sel maligna atau tidak. Pemeriksaan sputum meliputi kultur sputum, sensitivitas dan Basil Tahan Asam ( BTA ).
Langkah – langkah Persiapan :
Persiapan Klien :
  • Beri penjelasan pada klien tentang prosedur yang akan dilakukan.
  • Pada malam hari sebelum pemeriksaan klien dianjurkan untuk minum air putih / air the manis yang cukup.
  • Anjurkan klien untuk menggosok gigi / kumur – kumur sebelum pengumpulan dahak.

Persiapan Ruangan / Fasilitas.
  • Pengumpulan sputum dapat dilakukan di rumah atau di Rumah Sakit.

Prosedur Pengambilan sputum secara spontan
  • Jelaskan pada klien cara mengeluarkan sputum yang benar.
  • Siapkan surat pengantar dari dokter yang berisi identitas dan pemeriksaan yang akan dilakukan.
  • Sputum dapat diambil pada waktu pagi hari / bangun tidur atau sewaktu – waktu.
  • Sebaiknya jumlah sputum 3-5 ml.
  • Sputum ditampung dalam wadah yang sudah disiapkan yang telah diberi identitas lengkap
  • Kirim ke laboratorium.
Jika sputum tidak dapat keluar secara spontan, maka pengeluaran sputum dapat dilakukan dengan metode aspirasi endoktrakeal, pembuangan dengan bronkoskopi, penyikatan bronkial, aspirasi transkeal dan aspirasi lambung, biasanya untuk pemeriksaan organisme tuberkulosis.



Dalam memberikan Asuhan Keperawatan selain data riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan diagnostik, perawat perlu informasi data demografi dan data psikososial, seperti berikut :
  1. Data Demografi meliputi : Identitas klien; nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan dll.
  2. Data Psikososial; apakah klien mengalami ansietas/ cemas, perubahan peran, hubungan keluarga, masalah finansial. Bagaimana mekanisme koping yang biasa dilakukan klien; cemas, marah, bermusuhan, ketergantungan, menarik diri, menghindar, ketidakpatuhan atau menyangkal. Apakah ada anggota keluarga atau teman yang mendukung dalam perawatan dirinya.


DAFTAR PUSTAKA

Manurung S. 2009. Seri Asuhan Keperawatan.Gangguan Sistem Pernapasan Akibat Infeksi. TIM.Jakarta
Long B.C. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Yayasan IAPK. Padjajaran. Bandung.

0 Response to "Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan Bagian Atas"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel