Asuhan Keperawatan Tetanus
BAB I
LANDASAN TEORITIS
- Defenisi
Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani, bermanisfestasi dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan otot seluruh badan. Kekakuan tonus otot massater dan otot-otot rangka ( www. google. com.).
Tetanus adalah penyakit toksemia akut yang disebabkan oleh Clostridium tetani (Arif Mansjoer, Kapita Selekta Kedokteran, 2000).
- Etiologi
Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, ramping, berukuran 2-5 x 0,4 – 0,5 milimikron yang berspora termasuk golongan gram positif dan hidupnya anaerob. Kuman mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik. Toksin ini (tetanuspasmin) mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Toksin ini labil pada pemanasan, pada suhu 65 0 C akan hancur dalam lima menit. Disamping itu dikenal pula tetanolysin yang bersifat hemolisis, yang peranannya kurang berarti dalam proses penyakit (www. google. com).
- Patofisiologi
Penyakit tetanus terjadi karena adanya luka pada tubuh seperti luka tertusuk paku, pecahan kaca, atau kaleng, luka tembak, luka bakar, luka yang kotor dan pada bayi dapat melalui tali pusat (www. google. com).
Kuman penyebab tetanus berada ditanah dan debu, terutama jika tanah itu bercampur dengan kotoran hewan. Infeksi biasanya terjadi setelah terjadinya luka yang dalam atau luka karena tembakan, atau jika ada pecahan atau serpihan yang masuk kedalam daging. Luka semacam itu adalah tempat yang ideal bagi berkembangbiaknya bakteri Clostridium tetani yang menyebabkan tetanus. Bakteri ini melakukan reproduksi secara anaerobik, yaitu tidak memerlukan oksigen, sehingga kontaminasi justru terjadi ketika luka itu mulai sembuh dan menutup. Racun yang dihasilkan oleh bakteri ini bisa menimbulkan kontraksi otot secara ekstrim yang membuat tetanus disebut juga sebagai ” lock jaw ” (rahang terkunci) karena dalam kasus yang parah, kontraksi otot ini bisa menimbulkan kesulitan dalam bernapas sehingga akhirnya menimbulkan kematian (Harold Grifford, Sistem Kekebalan Tubuh Anak Anda, 2008).
- Manifestasi klinis
Timbulnya gejala klinis biasanya mendadak, didahului dengan ketegangan otot terutama pada rahang dan leher. Kemudian timbul kesukaran membuka mulut (trismus) karena spasme otot massater (otot kunyah). Kejang otot ini akan berlanjut ke kuduk (opistotonus) dinding perut dan sepanjang tulang belakang. Bila serangan kejang tonik sedang berlangsung sering tampak risus sardonukus (kekakuan otot – otot wajah) karena spasme otot muka dengan gambaran alis tertarik ke atas, sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi. Gambaran umum yang khas pada tetanus adalah berupa badan kaku dengan epistotonus, tungkai dalam ekstrensi lengan kaku dan tangan mengepal biasanya kesadaran tetap baik. Serangan timbul paroksimal, dapat dicetus oleh rangsangan suara, cahaya maupun sentuhan, akan tetapi dapat pula timbul spontan. Karena kontraksi otot sangat kuat dapat terjadi asfiksia dan sianosis, retensi urin bahkan dapat terjadi fraktur collumna vertebralis (pada anak). Kadang dijumpai demam yang ringan dan biasanya pada stadium akhir (www. google. com)
- Pemeriksaan diagnostik
- Pemeriksaan fisik : adanya luka dan ketegangan otot yang khas terutama pada rahang.
- Pemeriksaan darah leukosit 8.000-12.000 m/L
- Komplikasi
- Spasme (kejang) otot faring
- Asfiksia (keadaan yg timbul karena kekurangan oksigen dlam udara pernapasan, shg tampak tanda- tanda berhentinya napas) dan sianosis.
- Atelektasis (pengempisan paru)
(Arif Mansjoer, Kapita Selekta Kedokteran, 2000)
- Penatalaksanaan
- Pencegahan
- Anak mendapatkan imunisasi DPT diusia 3-11 Bulan
- Ibu hamil mendapatkan suntikan TT minimal 2 X
- Pencegahan terjadinya luka & merawat luka secara adekuat
- Pemberian anti tetanus serum
(www. google. com)
- Pengobatan
- Anti Tetanus Serum (ATS) 50.000 U/hari selama 2 hari berturut – turut hari I diberikan dalam infus glukosa 5 % 100 ml, hari II diberikan IM. Lakukan uji kulit sebelum pemberian.
- Phenobarbital, dosis inisial 50 mg (umur < 1 tahun) dan 75 mg (umur>1 tahun). Dilanjutkan dosis 5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 6 dosis
- Diazepam, dosis4 mg/kgBB/hari
- Largaktil, dosis 4 mg/kgBB/hari
- Kloralhidrat 5 % (bila kejang sukar diatasi), per rektal, dosis 50 mg/kgBB/hari.
- PP 50.000 U/kgBB/hari, IM, sampai 3 hari demam turun, satu tempat suntikan tidak lebih dari 600.000 U.
- Diet TKTP
- Isolasi
- Oksigen 2 L/m
- Toksoid Tetanus (TT) diberikan sesuai status imunisasi
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
- Pengkajian
- Identitas
- Identitas pasien : nama, umur, tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, tanggal masuk, tanggal pengkajian, diagnosa medik, rencana terapi
- Identitas orang tua:· Ayah : nama, usia, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat.· Ibu : nama, usia, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat
- Identitas sudara kandung
- Keluhan utama/alasan masuk RS.
- Riwayat Kesehatan
- Riwayat kesehatan sekarang
- Riwayat kesehatan masa lalu : Ante natal care, Natal, & Post natal care
- Riwayat kesehatan keluarga
- Riwayat imunisasi
- Riwayat tumbuh kembang, pertumbuhan fisik, perkembangan tiap tahap.
- Riwayat Nutrisi, pemberian ASI, Susu Formula, pemberian makanan tambahan, pola perubahan nutrisi tiap tahap usia sampai nutrisi saat ini.
- Riwayat Psikososial
- Riwayat Spiritual
- Reaksi Hospitalisasi : Pemahaman keluarga tentang sakit yang rawat nginap
- Aktifitas sehari-hari : Nutrisi, cairan, eliminasi BAB / BAK, Istirahat tidur, Olahraga, Personal Hygiene, Aktifitas / mobilitas fisik, Rekreasi
- Pemeriksaan Fisik : Keadaan umum klien, Tanda-tanda vital, Antropometri, Sistem pernafasan, Sistem Cardio Vaskuler, Sistem Pencernaan, Sistem Indra, Sistem muskulo skeletal, Sistem integumen, Sistem Endokrin, Sistem perkemihan, Sistem reproduksi, Sistem imun, Sistem saraf : Fungsi cerebral, fungsi kranial, fungsi motorik, fungsi sensorik, fungsi cerebelum, refleks, iritasi meningen.
- Pemeriksaan tingkat perkembangan 0 – 6 tahun dengan menggunakan DDST (motorik kasar, motorik halus, bahasa, personal sosial), 6 tahun keatas (perkembangan kognitif, Psikoseksual, Psikososial)
- Tes Diagnostik
- Terapi
- Diagnosa Keperawatan
- Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan meningkatnya sekresi atau produksi mucus.
- Nyeri berhubungan dengan toksin dalam, sel saraf, dan aktivitas kejang.
- Defisit velume cairan berhubungan dengan intake cairan tidak adekuat.
- Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketegangan dan spasme otot mastikatoris , kesukaran menelan dan membuka mulut.
- Resiko aspirasi berhubungan dengan meningkatknya sekresi, kesukaran menelan, dan spasme otot faring.
- Resiko injuri berhubungan dengan aktifitas kejang.
- Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tetanus lysin pembatasan aktivitas (imobilisasi).
- Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan aktifitas kejang.
- Cemas berhubungan dengan kemungkinan injuri selama kejang.
- Rencana Keperawatan dan Rasional
Dx. 1 : Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan meningkatnya sekresi atau produksi mukus.
Tujuan : Anak memperlihatkan kepatenan jalan nafas dengan kriteria jalan nafas bersih, tidak ada sekresi
Kriteria Hasil : Jalan napas efektif dan tidak ada sekret
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
§ Kaji status pernafasan, frekwensi, irama, setiap 2 – 4 jam
§ Lakukan pengisapan lendir dengan hati-hati dan pasti bila ada penumpukan sekret
§ Gunakan sudip lidah saat kejang
§ Miringkan ke samping untuk drainage
§ Observasi oksigen sesuai program
§ Pemberian sedativa Diazepam drip 10 Amp (hari pertama dan setiap hari dikurangi 1 amp)
§ Pertahankan kepatenan jalan nafas dan bersihkan mulut
|
§ Takipnu, pernafasan dangkal dan gerakan dada tak simetris sering terjadi karena adanya sekret
§ Menurunkan resiko aspirasi atau aspeksia dan osbtruksi
§ Menghindari tergigitnya lidah dan memberi sokongan pernafasan jika diperlukan
§ Memudahkan dan meningkatkan aliran sekret dan mencegah lidah jatuh yang menyumbat jalan nafas
§ Memaksimalkan oksigen untuk kebutuhan tubuh dan membantu dalam pencegahan hipoksia
§ Mengurangi rangsangan kejang
§ Memaksimalkan fungsi pernafasan untuk memenuhi kebutuhan tubuh terhadap oksigen dan pencegahan hipoksia
|
Dx. 2 : Nyeri berhubungan dengan toksin dalam, sel saraf, dan aktivitas kejang.
Tujuan : Mengurangi rasa nyeri
Kriteria hasil : Nyeri berkurang
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
§ Kaji tingkat nyeri
§ Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik
§ Hindari hal – hal yang dapat menimbulkan rangsang
|
§ Untuk mengetahui skala nyeri
§ Agar rasa nyeri berkurang
§ Tidak terjadi kejang
|
Dx. 3 : Defisit velume cairan berhubungan dengan intake cairan tidak adekuat
Tujuan : Anak tidak memperlihatkan kekurangan velume cairan
Kriteria hasil : Membran mukosa lembab, Turgor kulit baikIntervensi
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
§ Kaji intake dan out put setiap 24 jam
§ Kaji tanda-tanda dehidrasi, membran mukosa, dan turgor kulit setiap 24 jam
§ Berikan dan pertahankan intake oral dan parenteral sesuai indikasi ( infus 12 tts/m, NGT 40 cc/4 jam) dan disesuaikan dengan perkembangan kondisi pasien
§ Monitor berat jenis urine dan pengeluarannya
§ Pertahankan kepatenan NGT
|
§ Memberikan informasi tentang status cairan /volume sirkulasi dan kebutuhan penggantian
§ Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler
§ Mempertahankan kebutuhan cairan tubuh
§ Penurunan keluaran urine pekat dan peningkatan berat jenis urine diduga dehidrasi/ peningkatan kebutuhan cairan
§ Mempertahankan intake nutrisi untuk kebutuhan tubuh
|
Dx. 4 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketegangan dan spasme otot mastikatoris , kesukaran menelan dan membuka mulut
Tujuan : Status nutrisi anak terpenuhi
Kriteria hasil :
@ Berat badan sesuai usia
@ Makanan 90 % dapat dikonsumsi
@ Jenis makanan yang dikonsumsi sesuai dengan kebutuhan gizi anak (protein, karbohidrat, lemak dan viotamin seimbang
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
§ Pasang dan pertahankan NGT untuk intake makanan
§ Kaji bising usus bila perlu, dan hati-hati karena sentuhan dapat merangsang kejang
§ Berikan nutrisi yang tinggi kalori dan protein
§ Timbang berat badan sesuai protocol
|
§ Intake nutrisi yang seimbang dan adekuat akan mempertahankan kebutuhan nutrisi tubuh
§ Bising usus membantu dalam menentukan respon untuk makan atau mengetahui kemungkinan komplikasi dan mengetahui penurunan obsorpsi air.
§ Suplai Kalori dan protein yang adekuat mempertahankan metabolisme tubuh
§ Mengevalusai kefektifan atau kebutuhan mengubah pemberian nutrisi.
|
Dx. 5 : Resiko aspirasi berhubungan dengan meningkatknya sekresi, kesukaran menelan, dan spasme otot faring.
Tujuan : Tidak terjadi aspirasi
Kriteria Hasil : Jalan nafas bersih dan tidak ada secret dan Pernafasan teratur
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
§ Kaji status pernafasan setiap 2-4 jam
§ Lakukan pengisapan lendir dengan hati-hati
§ Gunakan sudip lidah saat kejang
§ Miringkan ke samping untuk drainage
§ Pemberian oksigen 0,5 Liter
§ Pemberian sedativa sesuai program
§ Pertahankan kepatenan jalan nafas dan bersihkan mulut
|
§ Takipnu, pernafasan dangkal dan gerakan dada tak simetris sering terjadi karena adanya secret
§ Menurunkan resiko aspirasi atau aspiksia dan osbtruksi
§ Menghindari tergigitnya lidah dan memberi sokongan pernafasan jika diperlukan
§ Memudahkan dan meningkatkan aliran sekret dan mencegah lidah jatuh yang menyumbat jalan nafas
§ Memaksimalkan oksigen untuk kebutuhan tubuh dan membantu dalam pencegahan hipoksia
§ Mengurangi rangsangan kejang
§ Memaksimalkan fungsi pernafasan untuk memenuhi kebutuhan tubuh terhadap oksigen dan pencegahan hipoksia
|
Dx. 6 : Resiko injuri berhubungan dengan aktifitas kejang
Tujuan : Cedera tidak terjadi
Kriteria hasil : - Klien tidak ada cedera
- Tidur dengan tempat tidur yang terpasang pengaman
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
§ Identifikasi dan hindari faktor pencetus
§ Tempatkan pasien pada tempat tidur pada pasien yang memakai pengaman
§ Sediakan disamping tempat tidur tongue spatel
§ Lindungi pasien pada saat kejang
§ Catat penyebab mulai terjadinya kejang
|
§ Menghindari kemungkinan terjadinya cedera akibat dari stimulus kejang
§ Menurunkan kemungkinan adanya trauma jika terjadi kejang
§ Antisipasi dini pertolongan kejang akan mengurangi resiko yang dapat memperberat kondisi klien
§ Mencegah terjadinya benturan/trauma yang memungkinkan terjadinya cedera fisik
§ Pendokumentasian yang akurat, memudah-kan pengontrolan dan identifikasi kejang
|
Dx. 7 : Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tetanus lysin , pembatasan aktifitas (immobilisasi)
Tujuan : Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
Kriteria hasil : Tidak ada kemerahan , lesi dan edema
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
§ Observai adanya kemerahan pada kulit
§ Rubah posisi secara teratur
§ Anjurkan kepada orang tua pasien untuk memakaikan katun yang longgar
§ Pantau masukan cairan, hidrasi kulit dan membran mukosa
§ Pertahankan hygiene kulit dengan mengeringkan dan melakukan masagge dengan lotion
|
§ Kemerahan menandakan adanya area sirkulasi yang buruk dan kerusakan yang dapat menimbulkan dikubitus
§ Mengurangi stres pada titik tekanan sehingga meningkatkan aliran darah ke jaringan yang mempercepat proses kesembuhan
§ Mencegah iritasi kulti secara langsung dan meningkatkan evaporasi lembab pada kulit
§ Mendeteksi adanya dehidrasi/overhidrasi yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan
§ Mempertahankan kebersihan karena kulit yang kering dapat menjadi barier infeksi dan masagge dapat meningkatkan sirkulasi kulit
|
Dx. 8 : Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan aktifitas kejang
Tujuan : Kebutuhan aktifitas sehari-hari/perawatan diri terpenuhi
Kriteria hasil : Tempat tidur bersih,Tubuh anak bersih,Tidak ada iritasi pada kulit, BAB/BAK dapat dibantu.
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
§ Pemenuhan kebutuhan aktifitas sehari-hari
§ Bantu anak dalam memenuhi kebutuhan aktifitas , BAB / BAK, membersihkan tempat tidur dan kebersihan diri
§ Berikan makanan perparenteral
§ Libatkan orang tua dalam perawatan pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
|
§ Kebutuhan sehari-hari terpenuhi secara adekuat dapat membantu proses kesembuhan
§ Kebersihan mempengaruhi kesehatan si anak.
§ Memenuhi kebutuhan nutrisi klien
§ Orang tua mandiri dalam merawat anak di rumah sakit
|
Dx. 9 : Cemas berhubungan dengan kemungkinan injuri selama kejang
Tujuan : Orang tua menunjukan rasa cemas berkurang dan dapat mengekspresikan perasaan tentang kondisi anak yang dialami
Kriteria hasil : Orang tua klien tidak cemas dan gelisah.
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
§ Jelaskan tentang aktifitas kejang yang terjadi pada anak
§ Ajarkan orang tua untuk mengekspresikan perasaannya tentang kondisi anaknya
§ Jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan
§ Gunakan komunikasi dan sentuhan terapetik
|
§ Pengetahuan tentang aktifitas kejang yang memadai dapat mengurangi kecemasan
§ Ekspresi/ eksploitasi perasaan orang tua secara verbal dapat membantu mengetahui tingkat kecemasan
§ Pengetahuan tentang prosedur tindakan akan membantu menurunkan / menghilangkan kecemasan
§ Memberikan ketenangan dan memenuhi rasa kenyamanan bagi keluarga
|
DAFTAR PUSTAKA
Suryadi, SKp, MSN & Rita Yuliani, SKp, M. Psi, Asuhan Keperawatan Pada Anak, edisi 2, Jakarta, 2006
Mansjoer A, dkk (2000), Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga, jilid 2, Penerbit Media Aesculapius FKUI, Jakarta
Harold Grifford, Sistem Kekebalan Tubuh Anak Anda, 2008).
0 Response to "Asuhan Keperawatan Tetanus"
Post a Comment