ASUHAN KEPEERAWATAN BENIGNA HIPERPLASIA PROSTAT (BPH)
A.DEFENISI
Benigna Hiperplasia Prostat (BPH)
adalah pembesaran atau hipertropi kelenjer prostat, dimana kelenjer prostat
mengalami pembesaran, memanjang ke atas ke dalam kandung kemih dan menyumbat
aliran urin dengan menutupi orifisium uretra. (Brunner&Suddarth 2002).
BPH merupakan pembesaran progresif
dari kelenjer prostat (secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun)
menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius
(Marilynn E.Doenges 1993)
BPH adalah kondisi patologis yang paling umum pada pria
lansia dan merupakan penyebab kedua yang paling sering untuk intervensi medis
pada pria di atas usia 60 tahun.
B.ETIOLOGI
Etiologi BPH belum jelas namun
terdapat factor resiko umur dan hormone androgen. Hasil pemeriksaan menunjukkan
adanya prostat yang menbesar, berwarna kemerahan dan tidak nyeri tekan.
Penyebabnya tiak pasti, tetapi bukti-bukti menunjukkan bahwa hormone
menyebabkan hyperplasia jaringan penyangga stromal dan elemen glandular pada
prostat.
C.PATOFISIOLOGI
Proses penbesaran prostat terjadi
secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara
perlahan.
Pada tahap awal setelah terjadi
pembesaran prostat, resistensi pada leher buli-buli dan daerah prostat
meningkat, serta otot detrusor menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi
atau divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila
keadaan berlanjut, maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami
dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensio
urine yang selanjutnya dapat menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran
kemih atas.
D.MANIFESTASI KLINIS
Manifesyasi klinis pada BPH komplek gejala obstruktif dan iritatif
mencakup:
·
Peningkatan frekuensi berkemih
·
Nokturia
·
Dorongan ingin berkemih
·
Anyang-anyangan
·
Abdomen tegang
·
Volume urin menurun dan harus mengejan saat berkemih
·
Aliran urin tidak lancar
·
Dribbling (urin terus menetes setelah berkemih)
·
Rasa seperti kandung kemih tidak kosong dengan baik
·
Retensi urin akut (bila lebi dari 60 ml urin tetap berada
dalam kandung kemih setelah berkemih)
Pada akkhirnya dapat terjadi azotemia
(akumulasi produk sampah nitrogen) dan gagal ginjal dengan retensi urin kronis
dan volume residu yang besar. Gejala generalisata juga mungkin nampak, termasuk
keletihan, anoreksia, mual dan muntah, dan rasa tidak nyaman pada epigastrik.
E.PENATALAKSANAAN
Rencana pengobatan tergantung pada
penyebab, keparahan obstruksi, dan kondisi pasien. Jika pasien masuk rumah
sakit dalam keadaan darurat karena ia tidak dapat berkemih, maka kateterisasi
segera dilakukan. Kateter yang lazim mungkin terlalu lunak dan lemas dimasukkan
melalui uretra ke dalam kandung kemih. Dalam kasus seperti ini kabel kecil yang
disebut stylet dimasukkan (oleh ahli
urologi) ke dalam kateter untuk mencegah kateter kolaps ketika menemui tahanan.
Pada kasus yang berat, mungkin digunakan kateter logam dengan tonjolan kurva
prostatic. Kadang suatu insisi dibuat ke dalam kandung kemih (sistostomi
suprapubik) untuk drainase yang adekuat. Tindakan lanjutan biasanya dilakukan
operasi prostatectomy untuk membuang jaringan prostat yang mengalami
hiperplastik.
F.KOMPLIKASI
Komplikasi BPH biasanya adalah:
·
Hidroureter
·
Hidronefrosis
·
Gagal ginjal
·
Batu buli-buli bisa menimbulkan hematuri
·
Pielonefritis
·
Pada waktu miksi pasien mengedan sehingga lama kelamaan dapat
menyebabkan hernia dan hemorrhoid.
G.PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Urinalisa : warna kuning, coklat gelap, merah gelap atau terang
(berdarah), penampilan keruh, pH 7 atau
lebih besar (menunjukkan infeksi), bacteria, SDP, SDM mungkin ada secara
mikroskopis.
2. Kultur urin : dapat menunjukkan stapilococcus aureus, proteus,
klebsiella, pseudomonas, atau Escherichia coli.
3. Sitologi urin : untuk mengesampingkan kanker kandung kemih
4. BUN/kreatinin : meningkatkan bila fungsi ginjal dipengaruhi
5. Asam fosfat serum/antigen khusus prostatic : peningkatan karena
pertumbuhan selular dan pengaruh hormonal pada kanker prostat (dapat
mengindikasikan metastase tulang).
6. SDP : mungkin lebih besar dari 11.000, mengindikasikan infeksi
biloa pasien tidak imunosupresi.
7. Penentuan kecepatan aliran urin : mengkaji derajat obstruksi
kandung kemih
8. IVP dengan film pasca berkemih : menunjukkan pelambatan pengosongan
kandung kemih, membedakan derajat obstruksi kandung kemih dan adanya pembesaran
prostat, divertikuli kandung kemih dan penebalan abnormal otot kandung kemih.
9. Sistouretrografi berkemih : digunakan sebagai ganti IVP untuk
memvisualisasi kandung kemih dan uretra karena ini menggunakan bahan kontras
local.
10. Sitrogram : mengukur tekanan dan volume dalam kandung kemih untuk
mengidentifikasi disfungsi yang tidak brehubungan dengan BPH
11. Sistouretroskopi : untuk menggambarkan derajat
pembesaran prostat dan perubahan dinding kandung kemih (kontraindikasi pada
adanya ISK akut sehubungan resiko sepsis gram negative)
12. Sistometri : mengevaluasi fungsi otot detrusor dan tonusnya.
13. Ultrasound transrektal :mengukur ukuran prostat, jumlah
residu urin, melokalisasi lesi yang tak berhubungan dengan BPH.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
SIRKULASI
Tanda: peninggian TD (efek pembesaran
ginjal)
ELIMINASI
Gejala: penurunan kekuatan/dorongan
aliran urin, tetesan
Keragu-raguan pada berkemih awal
Ketidakmampuan untuk mengosongkan
kandung kemih dengan lengkap, dorongan dan
Frekuensi berkemih
Nokturia, disuria, hematuria
Duduk untuk berkemih
ISK berulang, riwayat batu (status
urinaria)
Konstipasi (protrusi prostat ke
dalam rectum)
Tanda: Massa padat di bawah abdomen
bawah (distensi kandung kemih), nyeri tekan kandung
kemih . Hernia inguinalis ,
hemorrhoid (mengakibatkan peningkatan tekanan abdominal
yang memerlukan pengosongan kandung
kemih mengatasi tahanan).
MAKANAN/CAIRAN
Gejala: anoreksia, mual, muntah
Penurunan berat badan
NYERI/KENYAMANAN
Gejala: nyeri supra pubik, panggul,
atau punggung tajam, kuat (pada prostatitis akut)
Nyeri punggung bawah.
KEAMANAN
Gejala: demem
SEKSUALITAS
Gejala: masalah tentang efek
kondisi/terapi pada kemampuan seksual
Takut inkontinensia/menetes selama
hubungan intim
Penurunan kekuatan kontraksi
ejakulasi
Tanda: pembasaran, nyeri tekan
prostat
PENYULUHAN/PEMBELAJARAN
Gejala: riwayat keluarga kanker,
hipertensi, penyakit ginjal
Penggunaan antihipertensif atau
anti depresan, antibiotic urinaria atau agen antibiotic,
Obat yang dijual bebas untuk
flu/alergi obat mengandung simpatomimetik.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Retensi urin (akut/kronik)
b/d obstruksi mekanik, pembesaran prostat, dekompensasi otot destrusor,
ketidakmampuan kandung kemih untuk berkontraksi dengan adekuat.
2. Nyeri (akut) b/d iritasi
mukosa, distensi kandung kemih, kolik ginjal, infeksi urinaria, terapi radiasi.
3. Resiko tinggi terhadap
kekurangan volume cairan b/d pasca obstruksi dieresis dari drainase cepat
kandung kemih yang terlalu distensi secara krinis.
4. Ketakutan/ansietas b/d
perubahan status kesehatan, kemungkinan prosedur bedah.
5. Kurang pengetahuan tentang
kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan.
C.INTERVENSI
1. Retensi urin (akut/kronik
b/d obstruksi mekanik, pembesaran prostat, dekompensasi otot destrusor, ketidakmampuan kandung kemih untuk
berkontraksi dengan adekuat.
INTERVENSI
|
RASIONALISASI
|
1.Dorong
pasien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan
2.Tanyakan
pasien tentang inkontinensia stress
3.Observasi
aliran urin, perhatikan ukuran dan kekuatan
4.Awasi
dan catat waktu dan jumlah berkemih. Perhatikan penurunan haluaran urin dan
perubahan berat jenis.
5.Perkusi/palpasi
area supra pubik.
6.Berikan/dorong
kateter lain dan perawatan perineal.
7.Berikan
rendam duduk sesuai indikasi.
8.Berikan
obat sesuai indikasi (kolaborasi) seperti antispasmodic,
|
1.Meminimalkan
retensi urin distensi berlebihan pada kandung kemih.
2.Tekanan
ureteral tinggi menghambat pengosongan kandung kemih atau dapat menghambat berkemih
sampai tekanan abdominal meningkat cukup untuk mengeluarkan urine secara
tidak sadar.
3.Berguna
untuk mengevaluasi obstruksi dan pilihan intervensi
4.Retensi
urin meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan atas, yang dapat
mempengaruhi fungsi ginjal.
5.Distensi
kandung kemih dapat dirasakan di area suprapubik.
6.Menurunkan
resiko infeksi asenden.
7.Meningkatkan
relaksasi otot, menurunkan edema, dan dapat meningkatkan upaya berkemih.
8.Menghilangkan
spasme kandung kemih sehubungsn dengan iritasi oleh kateter.
|
2.Nyeri ( akut ) b/d iritasi mukosa, distensi kandung kemih,
kolik ginjal, infeksi urinaria, terapi radiasi,
INTERVENSI
|
RASIONALISASI
|
1.Kaji
nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0-10), lamanya
2.Plaster
slang drainase pada paha dan kateter pada abdomen (bila traksi tidak
diperlukan)
3.Pertahankan
tirah baring bila diindikasikan.
4.Berikan
tindakan kenyamanan, contoh pijatan punggung, membantu pasien melakukan
posisi yang nyaman, mendorong penggunaan relaksasi/latihan nafas dalam .
5.Dorong
menggunakan rendam duduk, sabun hangat untuk perineum
6.Masukkan
kateter dan dekatkan untuk kelancaran drainase (kolaborasi).
7.Lakukan
masase prostat (kolaborasi).
8.Berikan
obat sesuai indikasi seperti narkotik (kolaborasi)
|
1.Memberikan
informasi untuk membantu dalam menentukan pilihan/keefektifan intervensi.
2.Mencegah
penarikan kandung kemih dan erosi pertemuan penis-skrotal.
3.Tirah
baring mungkin diperlukan pada awal selama fase retensi akut. Namun ambulasi
dini dapat memperbaiki pola berkemih normal dan menghilangkan nyeri kolik.
4.Meningkatkan relaksasi, memfokuskan
kembali perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
5.Meningkatkan
relaksasi otot.
6.Pengaliran
kandung kemih menurunkan tegangan dan kepekaan kelenjer.
7.Membantu
dalam evaluasi duktus kelenjer untuk menghilangkan kongesti/inflamasi.
Kontraindikasi bila infeksi terjadi.
8.Diberikan
untuk menghilangkan nyeri berat, memberikan relaksasi mental dan fisik.
|
3.Resiko tinggi terhadap kekurangan
volume cairan b/d pasca obstruksi diurisis dari drainase cepat kandung kemih
yang terlalu distensi secara kronis.
INTERVENSI
|
RASIONALISASI
|
1.Awasi
keluaran dengan hati-hati, tiap jam bila diindikasikan. Perhatikan keluaran
100-200ml/jam
2.Dorong
peningkatan pemasukan oral berdasarkan kebutuhan individu.
3.Awasi
TD, nadi dengan sering. Evaluasi pengisian kapilar dan membrane mukosa oral.
4.Tingkatkan
tirah baring dengan kepala tinggi
5.Awasi
elektrolit, khususnya natrium (kolaborasi).
6.Berikan
cairan IV (garam faal hipertonik) sesuai kebutuhan (kolaborasi)
|
1.Diuresis
cepat dapat menyebabkan kekurangan volume total cairan, karena ketidakcukupan
jumlah natrium diabsorbsi dalam tubulus ginjal.
2.Pasien
dibatasi pemasukan oral dalam upaya mengontrol gejala urinaria, homeostatic
pengurangan cadangan dan peningkatan risiko dehidrasi/hipovolemia.
3.Memampukan
deteksi dini/intervensi hipovolemik sistemik
4.Menurunkan
kerja jantung, memudahkan homeostasis sirkulasi.
5.Bila
pengumpulan cairan terkumpul dari area ekstraseluler, natrium dapat mengikuti
pemindahan, menyebabkan hiponatremia.
6.Menggantikan
kehilangan cairan dan natrium untuk mencegah/memperbaiki hipovolemia.
|
4.Ketakutan/ansietas b/d perubahan
status kesehatan, kemungkinan prosedur bedah/malignansi.
INTERVENSI
|
RASIONALISASI
|
1.Selalu
ada untuk pasien. Buat hubungan saling percaya dengan pasien/orang terdekat.
2.Berikan
informasi tentang prosedur dan tes khusus dan apa yang akan terjadi, contoh
kateter, urin berdarah, iritasi kandung kemih. Ketahui seberapa banyak
informasi yang diinginkan pasien.
3.Pertahankan
perilaku nyata dalam melakukan prosedur/menerima pasien. Lindungi privasi
pasien.
4.Dorong
pasien/orang terdekat untuk menyatakan masalah/perasaan.
5.Beri
penguatan informasi pasien yang telah diberikan sebelumnya.
|
1.Menunjukkan
perhatian dan keinginan untuk membantu dalam diskusi tentang subjek sensitif.
2.Membantu
pasien memahami tujuan dari apa yang dilakukan, dan mengurangi masalah karena
ketidaktahuan, termasuk ketakutan akan kanker. Namun kelebihan informasi
tidak membantu dan dapat meningkatkan ansietas.
3.Menyatakan
penerimaan dan menghilangkan rasa malu pasien.
4.Mendefinisikan
masalah, memberikan kesempatan untuk menjawab pertanyaan, memperjelas
kesalahan konsep dan solusi pemecahan masalah.
5.Memungkinkan
pasien untuk menerima kenyataan dan menguatkan kepercayaan pada pemberi
perawatan dan pemberian informasi.
|
5.Kurang pengetahuan tentang kondisi,
prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang terpajan/mengingat, salah
interpretasi infirmasi, tidak mengenal sumber informasi, masalah tentang area
sensitive.
INTERVENSI
|
RASIONALISASI
|
1.Kaji
ulang proses penyakit, pengalaman pasien.
2.Dorong
menyatakan rasa takut/perasaan
perhatian.
3.Berikan
informasi bahwa kondisi tidak ditularkan secara seksual.
4.Anjurkan
menghindari makanan berbumbu, kopi,
alcohol, mengemudikan mobil lama, pemasukan cairan cepat (terutama alcohol)
5.Berikan
informasi tentang anatomi dasar seksual. Dorong pertanyaan dan tingkatkan
dialog tentang masalah
6.Kaji
ulang tanda/gejala yang memerlukan evaluasi medic, contoh urin keruh, berbau,
penurunan haluaran urin, ketidakmampuan untuk berkemih, adanya
demam/menggigil.
7.Diskusikan
perlunya pemberitahuan pada perawat kesehatan lain tentang diagnose.
8.Beri
penguatan pentingnya evaluasi medic untuk sedikitnya 6 bulan-1 tahun,
termasuk pemeriksaan rektalurinalisa.
|
1.Memberikan
dasar pengetahuan di mana pasien dapat membuat pilihan informasi terapi.
2.Membantu
pasien mengalami perasaan dapat merupakan rehabilitasi vital.
3.Mungkin
merupakan ketakutan yang tak dibicarakan.
4.Dapat
menyebabkan iritasi prostat dengan masalah kongesti. Peningkatan tiba-tiba
pada aliran urin dapat menyebabkan distensi kandung kemih dan kehilangan
tonus kandung kemih, mengakibatkan episode retensi urinaria akut.
5.Memiliki
informasi tentang amatomi membantu pasien memahami implikasi tindakan lanjut,
sesuai dengan afek penampilan seksual.
6.Intervensi
cepat dapat mencegah komplikasi lebih serius.
7.Menurunkan
resiko terapi tak tepat, contoh penggunaan dekongestan, antikolinergik, dan
anti depresan meningkatkan retensi urin dan dapat mencetuskan episode akut.
8.Hipertropi
berulang dan/atau infeksi (disebabkan oleh organism yang sama atau berbeda)
tidak umum dan akan memerlukan perubahan terapi untuk mencegah komplikasi
serius.
|
0 Response to "ASUHAN KEPEERAWATAN BENIGNA HIPERPLASIA PROSTAT (BPH)"
Post a Comment