Asuhan Keperawatan Pada Pasien Ulkus Peptikum


BAB I
LANDASAN TEORITIS

1. Pengertian
> Ulkus peptikum adalah lesi yang biasanya terdapat di lambung dan duedenum, kadang-kadang di jejenum yang terjadi karena adanya daya cerna cairan lambung (asam lambung dan pepsin).
(kapita Selekta Kedokteran, Edisi II, 192, hal 62)

> Ulkus peptikum adalah ekskavakasi (area berlubang) yang terbentuk dalam dinding mukosa lambung, pilono, duodenum atau esofagus.
(Brunner dan Suddarth, 2001, hal 1064)

> Ulkus peptikum adalah putusnya kontinuitas mukosa lambung yang meluas sampai di bawah epitel.
(Silvia A. Price, 2005, hal 423)

2. Anatomi Fisiologi
Lambung adalah bagian dari saluran pencernaan yang dapat mekar paling banyak. Terletak terutama di daerah epigastrik dan sebagian di sebelah kiri daerah hipokhondriak dan umbilikal. Lambung terdiri dari bagian atas yaitu fundus, batang utama dan bagian bawah yang horizontal yaitu antrium pilorik. Lambung berhubungan dengan usofagus melalui orifisium atau kandia dan dengan duodenum melalui orisium pilorik. Lambung terletak di bawah diafragma, di depan pankreas dan limpa menempel pada sebelah kiri fundus.
Struktur lambung terdiri dari 4 lapisan, yaitu:
> Lapisan peritoneal luar yang merupakan lapisan serosa
> Lapisan berotot yang terdiri dari 3 lapisan:
a. Serabut longitudinal yang tidak dalam dan bersambung dengan otot usofagus
b. Serabut sirkuler yang paling tebal dan terletak di pilorus serta membentuk otot sfinkter, berada di lapisan pertama
c. Serabut oblik yang terutama dijumpai pada fundus lambung dan berjalan dari orifisium kardiak, kemudian membelok ke bawah melalui kurvatura minor (lengkung kecil)
> Lapisan submukosa yang terdiri dari jaringan aredar berisi pembuluh darah dan saluran limfe
> Lapisan mukosa yang terletak di sebelah dalam dan terdiri atas banyak kerutan atau                     , yang hilang bila organ itu mengembang karena berisi makanan.

   Fungsi lambung menerima makanan dari usofagus melalui orifisium kardiak dan bekerja sebagai penimbun sementara, sedangkan kontraksi otot mencampur makanan dengan getah lambung.
   Pepsin yang dihasilkan dari pepsinogen dalam lingkungan asam hidrochlorida dan bekerja atas protein, mengubahnya menjadi bahan yang mudah larut, yag disebut pepton.
   Rennin adalah ragi yang membekukan susu dan membentuk kasein dari karsinogen yang dapat larut.
(Evelyn C. Pearce, 1982, hal 185 – 187)




3. Etiologi
Ulkus peptikum kurang dipahami meskipun bakteri gram negatif H. pylori telah sangat diyakini jadi faktor penyebab. Diketahui bahwa ulkus peptikum hanya terjadi pada area saluran GI yang terpajan pada asam hidroklorida dan pepsin.
Berdasarkan lokasi ulkus peptikum dapat terletak di setiap bagian saluran cerna yang terkena getah asam lambung, yaitu:
a. Esofagus
b. Lambung
c. Duodenum
d. Gastro enterostomi
e. Jejunum

Faktor pedisposisi
1) Umur
Penyakit ini terjadi dengan frekuensi paling besar pada individu antara usia 40 dan 60 tahun. Hal ini dikaitkan dengan meningkatnya jumlah bakteri H. Pylori sesuai dengan usia.

2) Golongan darah
Kecenderungan keluarga juga tampak sebagai faktor predisposisi signifikan. Hubungan herediter selanjutnya ditemukan pada individu dengan golongan darah O lebih rentan dari pada dengan golongan darah A atau B.

3) Psikis
Beberapa pendapat menyatakan stress atau marah dan tidak diekspresikan adalah faktor predisposisi. Ulkus tampak terjadi pada orang yang cenderung emosional, tetapi apakah ini faktor pemberat kondisi, masih tidak pasti.
Faktor predisposisi lain yang dihubungkan dengan ulkus peptikum mecakup penggunaan kronis obat antiinflamasi non stenoid (NSAID), minum alkohol dan merokok berlebihan.
(Brunner dan Suddarth, 2001, hal 1064 – 1065)

4. Patofisiologi
Asam dalam lumen + empedu, ASA, alkohol, lain-lain
?
Penghancuran sawar epitel
?
Asam kembali berdifusi ke mukosa
?
Penghancuran sel mukosa

? pepsinogen ? pepsin ? Asam ? Histamin
? ? ?
? Fungsi sawar ? Mobilitas ? Vasodilatasi
? ? Pepsinogen Permeabilitas terhadap
Destruksi kapiler protein
Dan vena Plasma bocor ke interatisium
Edema
Plasma bocor ke lumen
Lambung

Perdarahan
?
Ulkus peptikum

(Sylvia A. Price, 2005, hal 426)

5. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala ulkus dapat hilang selama beberapa hari, minggu atau beberapa bulan da bahkan dapat hilang hanya sampai terlihat kembali sering tanpa penyebab yang dapat diidentifikasi.
Manifestasi yang dapat dilihat antara lain:
1) Nyeri
Biasanya pasien dengan ulkus mengeluh nyeri tumpul seperti tertusuk atau sensasi terbesar di epigastrium tengah di punggung. Hal ini diyakini bahwa nyeri terjadi bila kandungan asam lambung dan duedenum meningkat menimbulkan erosi dan merangsang ujung saraf yang terpajan. Teori ini menunjukkan bahwa kontak lesi dengan asam merangsang mekanisme refleks lokal yang memulai kontraksi otot halus sekitarnya.
Nyeri biasanya hilang dengan makan karena makanan menetralisir asam atau dengan menggunakan alkali, namun bila lambung telah kosong atau alkali tidak digunakan, nyeri kembali timbul. Nyeri tekan lokal yang tajam dapat dihilangkan dengan memberikan tekanan lembut pada epigastrium atau sedikit di sebelah kanan garis tengah. Beberapa gejala menurun dengan memberikan tekanan lokal pada epigastrium.

2) Pirosis (nyeri ulu hati)
Beberapa pasien mengalami sensasi luka bakar pada esofagus dan lambung yang naik ke mulut kadang-kadang disertai fruktasi asam. Fruktasi atau sendawa umum terjadi bila lambung kosong.

3) Muntah
Meskipun jarang pada ulkus duedenal tidak terkomplikasi muntah dapat menjadi gejala ulkus peptikum. Hal ini dihubungkan dengan  obstruksi jalan keluar lambung oleh spasme mukosal pirorus atau oleh obstruksi mekanis yang dapat dihubungkan dengan pembentukan jaringan parut atau pembengkakan akut dari membran mukosa yang mengalami inflamasi sekitarnya pada mual biasanya setelah nyeri berat, yang dihilangkan dengan kandungan asam lambung.

4) Konstipasi dan pendarahan
Konstipasi dapat terjadi pada pasien ulkus, kemungkinan sebagai akibat dari diet dan obat-obatan. Pasien juga dapat datang dengan pendarahan gastrointestinal. Sebagian kecil pasien yang mengalami akibat ulkus akut sebelumnya tidak mengalami keluhan, tetapi mereka menunjukkan gejala setelahnya.

6. Komplikasi
Ulkus peptikum dapat menimbulkan komplikasi sebagai berikut:
1) Perdarahan
Merupakan komplikasi ulkus peptikum yang sering terjadi sedikitnya ditemukan pada 15 – 25% kasus selama perjalanan penyakit. Gejala yang berkaitan dengan perdarahan ulkus bergantung pada kecepatan kehilangan darah.
Pendarahan masih dapat mengakibatkan hematemesis (muntah darah), menimbulkan syok dan dapat memerlukan transfusi darah serta pembedahan darurat.

2) Perforasi
Sekitar 2 – 3% semua ulkus mengalami perforasi, penyebab utama perforasi diperkirakan disebabkan oleh berlebihnya sekresi asam dan seringkali terjadi akibat menelan obat anti inflamasi non steroid.
Ulkus yang dalam akan merusak semua lapisan dinding lambung duedenum, kemudian tembus sehingga timbul peritonitis lokal. Bila tidak diketahui segera kemudian akan menjadi peritonitis umum.
3) Obstruksi
Onstruksi saluran keluar lambung akibat peradangan dari edema / pilorus spasme atau jaringan parut terjadi pada sekitar 5% penderita ulkus peptikum. Obstruksi lebih sering terjadi pada penderita ulkus duodenum, tetapi kadang-kadang terjadi bila ulkus peptikum terletak dekat sfingter pilorus.

Gejala-gejala yang sering timbul adalah anoreksia, mual dan kembung setelah makan serta sering terjadi penurunan berat badan. Bila obstruksi bertambah berat dapat timbul nyeri dan muntah.
(Silvya A. Price, 2005, hal 428 – 429)

7. Evaluasi Diagnostik
Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan adanya nyeri, nyeri tekan epigastrik atau distensi abdominal. Bising usus mungkin tidak ada, pemeriksaan dengan barium terhadap saluran GI atas dapat menunjukkan adanya ulkus, namun endoskopi adalah prosedur diagnostik pilihan.
Endoskopi gastrointestinal atas digunakan untuk mengidentifikasi perubahan inflamasi ulkus dan lesi melalui endoskopi, mukosa dapat secara langsung dilihat melalui endoskopi dan biopsi didapatkan. Endoskopi telah diketahui dapat mendeteksi beberapa lesi yang tidak terlihat melalui pemeriksaan sinar – X karena ukuran atau lokasinya. Feses dapat diambil setiap hari sampai laporan laboratorium adalah negatif terhadap darah samar. Pemeriksaan sekresi lambung merupakan nilai yang menentukan dalam mendiagnosis asam klorida (tidak terdapat hidroklorida dalam getah lambung) dan sendrom Zollinger – Ellison. Nyeri yang hilang dengan makanan asam antasida dengan tidak adanya nyeri yang timbul juga mengidentifikasikan adanya ulkus.
Adnya H. Pylori dapat ditentukan dengan biopsi dan histologi melalui kultur, meskipun hal ini merupakan tes laboratorium khusus. Ada juga tes pernafasan yang mendeteksi H. Pylori serta tes serologis terhadap antibodi pada antigen H. Pylori.
(Brunner dan Suddarth, 2001, hal 1067)

8. Penatalaksanaan
1) Diet
Makan tidak boleh merangsang seperti pedas, asam, harus mudah dicerna, diberikan dalam porsi kecil tapi sering.

2) Istirahat

3) Obat
a. Antasid 
Untuk menetralisir asam dan menghilangkan rasa sakit. Diberikan 3 – 6 kali sehari.
b. Antikolinergik
Digunakan untuk penyembuhan dan pencegahan kambuhnya ulkus.
c. Anestetikum
Digunakan untuk rasa nyeri, dimana 15 menit sebelum makan dan sebelum tidur.
d. Solkoseril
Digunakan untuk penyembuhan luka.
e. Sodium karbenoksolon
Efektif untuk mempercepat penyembuhan ulkus peptikum terutama ulkus ventrikuli.


Selain penatalaksanaan di atas, diberikan juga intervensi bedah, pasien memerlukan pembedahan ulkus mereka yang mungkin telah lama sakit, putus asa, telah berhenti dari peran kerjanya dan mengalami tekanan pada kehidupan keluarga mereka.
(Purnawan Junadi, Kapita Selekta Kedokteran, 1982, hal 62 – 63)
Proses bedah pada ulkus peptikum adalah:
1) Vagotomi
2) Vagotomi trunkus
3) Vagotomi selektif
4) Piloroplasti
5) Vagotomi lambung proksimal (sel porietal) tanpa piloroplasti
6) Antrektomi
Billorth I (gastroduodenostomi)
Billorth II (gastrojejunostomi)
7) Gastrektomi subtotal dengan anastomomi: subtotal dengan anastomosis billorth I atau II.




BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Nyeri ulkus peptikum biasanya digambarkan sebagai “rasa terbakar” atau “menggerogoti” dan terjadi kira-kira 2 jam setelah makan. Nyeri ini sering membangunkan pasien antara tengah malam dan jam 3 pagi. Pasien menyatakan bahwa nyeri dihilangkan dengan menggunakan antasida, makan makanan atau dengan muntah.
Pasien ditanya kapa muntah terjadi. Bila terjadi, seberapa banyak? Apakah muntahan merah terang atau seperti warna kopi? Apakah pasien mengalami defekasi disertai feses berdarah? Selama pengambilan riwayat perawat meminta pasien untuk menuliskan masukan makanan, biasanya selama periode 72 jam dan memasukkan semua kebiasaan makan (kecepatan makan, makanan reguler, kesukaan terhadap makanan pedas, penggunaan bumbu, penggunaan minuman mengandung kafein).
Tingkat ketegangan pasien atau kegugupan dikaji. Apakah pasien merokok bila ya, seberapa banyak? Bagaimana pasien mengekspresikan marah, terutama dalam konteks kerja dan kehidupan keluarga? Adakah stres pekerjaan atau adakah masalah dengan keluarga? Adakah riwayat keluarga dengan penyakit ulkus?
Tanda vital dikaji untuk indikator anemia (takikardia, hipotensi) dan feses diperiksa terhadap darah samar. Pemeriksaan fisik dilakukan dan abdomen dipalpasi untuk melokalisasikan nyeri tekan.





2. Diagnosa Keperawatan
No
Data
Etiologi
Problem
1
DS:
Pada daerah epigastric

DO:
Peristaltik usus tidak ada meteorismus (perut kembung), muntah
Lesi sekunder terhadap peningkatan sekresi asam lambung
Nyeri
2
DS: -

DO:
Mual, muntah 
Porsi yang disajikan tidak habis
Obstruksi lambung
Gangguan pemenuhan nutrisi
3
DS:
Pasien sering terbangun tengah malam

DO:
Keadaan umum lemah, mengantuk pada siang hari
Nyeri epigastrik
Gangguan pola tidur
4
DS:
Pasien cemas dalam menghadapi penyakit

DO:
Gelisah, tampak tegang
Inefektif koping
Ansietas

3. Intervensi
DX I
Nyeri b/d lesi sekunder terhadap peningkatan sekresi asam lambung d/d nyeri pada daerah epigastrik, peristaltik usus tidak ada, meteorismus, muntah.

Tujuan:
Pasien tidak mengalami nyeri.

Kriteria Hasil:
> Pasien rileks
> Skala  nyeri: 0
> TD, Nadi, RR: normal

Intervensi:
> Anjurkan menghindari obat-obatan yang dijual bebas
> Anjurkan pasien untuk menghindari makanan / minuman yang mengiritasi lapisan lambung: kafein dan alkohol
> Anjurkan pasien untuk berhenti merokok

Rasional:
> Obat-obatan yang mengandung salisilat mengiritasi mukosa lambung
> Makanan / minuman yang mengandung kafein merangsang sekresi asam hidroklorida
> Merokok merangsang kemungkinan kekambuhan ulkus

DX II
Gangguan pemenuhan nutrisi b/d obstruksi lambung d/d mual muntah, porsi yang disajikan tidak habis.

Tujuan:
Kebutuhan nutrisi terpenuhi.

Kriteria Hasil:
> Mual, muntah tidak ada
> Porsi yang disajikan habis seluruhnya
> Nafsu makan meningkat

Intervensi:
> Anjurkan makan makanan dan minuman yang tidak mengiritasi
> Anjurkan makanan dimakan pada jadwal waktu teratur: hindari kudapan sebelum waktu tidur
> Dorong makan makanan pada lingkungan yang rileks

Rasional:
> Makanan yang tidak mengiritasi mengurangi nyeri epigastrik
> Makan teratur menetralisasi waktu tidur meningkatkan sekresi asam lambung
> Lingkungan yang rileks kurang menimbulkan ansietas, menurunkan ansietas membantu menurunkan sekresi asam hidroklorida

DX III
Gangguan pola tidur b/d nyeri epigastrik d/d pasien sering terbangun tengah malam, keadaan umum lemah, mengantuk pada siang hari.

Tujuan:
Kebutuhan tidur terpenuhi.



Kriteria Hasil:
> Pasien segar ketika bangun pasi
> Pasien tidak terbangun pada tengah malam

Intervensi:
> Kaji pola tidur atau istirahat normal pasien
> Kontrol gangguan lingkungan kebisingan dan cahaya
> Berikan antasida sebelum tidur

Rasionalisasi:
> Sebagai data dasar dalam merencanakan intervensi selanjutnya
> Gangguan lingkungan, kebisingan dan cahaya dapat mengurangi waktu istirahat tidur pasien
> Antasida mentralisir sekresi lambung yang dapat mengurangi nyeri pada malam hari

DX IV
Ansietas b/d inefektif koping d/d pasien cemas dalam menghadapi penyakit gelisah, tampak tegang.

Tujuan:
Terjadi penurunan ansietas.

Kriteria Hasil:
Pasien rileks, tenang

Intervensi:
> Dorong pasien untuk mengekspresikan masalah dan rasa takut dan ajukan pertanyaan sesuai kebutuhan
> Bantu pasien untuk mengidetifikasi situasi yang menimbulkan ansietas
> Ajarkan strategi penatalaksanaan stress, mis: obat-obatan, distraksi dan imajinasi

Rasionalisasi:
> Komunikasi terbuka membantu mengembangkan hubungan saling percaya, yang membantu mengurangi ansietas dan stres
> Stresor perlu diidentifikasi sebelum dapat diatasi
> Penurunan ansietas menurunkan sekresi asam hidroksida






















DAFTAR PUSTAKA

Price A. Sylvia, 2005, Patofisiologi, Vol 1, Edisi 6, EGC, Jakarta.
Brunner and Suddarth, 2001, Keperawatan Medikal Bedah, Vol 2, Edisi 8, EGC, Jakarta.
Pearce Evelyn C, 1999, Anatomi Fisiologi Untuk Paramedis, Gramedia, Jakarta.
Junadi Purnawan, 1982, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius, Jakarta.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel