Asuhan Keperawatan Herpes Zooster

BAB I
PENDAHULUAN

1. Defenisi
Herpes zooster (dampa, cacar ular) adalah penyakit yang disebabkan infeksi virus varisela zooster yang menyerang kulit dan mukosa.
Infeksi merupakan reaktivitasi virus yang terjadi setelah infeksi primer, kadang-kadang infeksi primer berangsung subklinis. Frekuensi penyakit pada pria dan wanita sama lebih sering  mengenai usia dewasa.
(Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2)


Herpes zooster (shingles, cacar monyet) merupakan kelainan inflamatorik viral dimana virus penyebabnya menimbulkan erupsi vesikuler yang nyeri di sepanjang distribusi saraf sensorik dari satu atau lebih ganglion posterior.
(keperawatan Medikal Bedah Volume III, Tahun 2002, hal 1865)

2. Anatomi Fisiologi
Secara mikroskopis kulit terdiri dari 3 lapisan yaitu:
1) Epidermis
2) Dermis
3) Lemak sub kutan

Epidermis merupakan bagian terluar kulit dibagi menjadi 2 lapisan utama yaitu lapisan sel-sel tidak berinti yang tidak bertanduk (stratum corneum / lapisan tanduk) dan lapisan dalam (stratum malphigi).
Stratum maphigi ini merupakan asal sel-sel permukaan bertanduk setelah mengalami proses diferensiasi. Stratum malphigi dibagi menjadi 2 yaitu:

1) Stratum granulosum, lapisan sel basal (stratum germinativum) dan
2) Stratum spinosum
Dermis terletak tepat di bawah epidermis dan serabut-serabut kolagen elastin dan retikulin yang tertanam dalam suatu substansi dasar.
Matriks kulit mengandung pembuluh-pembuluh darah dan saraf yang menyokong dan memberi nutrisi pada epidermis yang sedang tumbuh. Di sekitar pembuluh darah yang kecil terdapat limfosit, histiosit, sell mast dan neutropil polimorfonuklear (PMN) yang melindungi tubuh dari infeksi dan inflamasi benda-benda asing.
Di bawah dermis terdapat lapisan kulit ke 3 yaitu lemak sub kutan. Lapisan ini merupakan bantalan untuk kulit, isolasi untuk mempertahankan suhu tubuh dan tempat penyinaran energi, kosmetik. Lemak sub kutan ini mempengaruhi daya tarik seksual kedua jenis kelamin.
Kelenjar keringat (ekrine) terdapat pada hampir seluruh kulit, kecuali telinga dan bibir. Kelenjar sebasea merupakan struktur lobular yang terdiri dari sel-sel yang berisi lemak. Kelenjar sebasea banyak pada wajah, dada, punggung dan bagian proksimal lengan aktifitasnya terutama diatur oleh hormon androgenik.
Kelenjar apokrin terutama ditemukan di daerah aksila, kulit genital, sekitar puting susu dan di daerah perianal.

3. Etiologi
Penyebab Herpes zooster yang lazim dijumpai adalah:
Virus varisela (varisella zoozter) yang menyerang kulit dan mukosa.
(Kapita Selekta hal 128, KMB III, hal 1865)

4. Patofisiologi
Masa tunasnya 7 – 12 hari. Masa aktif penyakitnya berupa lesi baru yang tetap timbul berlangsung kira-kira 1-2 minggu. Virus berdiam dalam ganglion posterior susunan saraf tepi dan ganglion kranialis. Lokasi kelainan kulit setingkat dengan daerah persarafan ganglion. Kadang-kadang virus menyerang ganglion anterior bagian motorik kranialis sehingga memberikan gejala gangguan motorik.
(Kapita Selekta, Jilid 2, hal 128)

5. Manifestasi Klinis
Erupsi biasanya disertai atau didahului dengan rasa nyeri yang bisa menjalar ke seluruh daerah yang dipersarafi oleh saraf yang terinfeksi. Rasa nyeri bisa bersifat membakar / panas tajam menusuk atau berupa perasaan pegal. Bercak-bercak vesikel yang berkelompok tampak pada kulit yang menjadi merah dan membengkak. Perjalanan klinis herpes zooster bervariasi dari 1 hingga 3 minggu. Waktu kesembuhannya bervariasi antara 7 dan 26 hari.
Herpes zooster pada orang dewasa yang sehat biasanya terlokalisasi dan bersifat benigna. Namun, pada pasien yang sistem kekebalan terganggu, penyakit tersebut bisa menjadi berat dan perjalanan kliniknya menimbulkan ketidakmampuan yang akut. Cenderung dijumpai pada orang yang mendapat herpes zooster di atas usia 40 tahun.

6. Penatalaksanaan
Terapi sistemik umumnya bersifat sistematik, untuk nyerinya diberikan analgetik. Jika disertai infeksi sekunder diberikan antibiotik.
Pada herpes zooster oftal mikus mengingat komplikasinya serta pasien dengan defisiensi imunitas diberikan anti viral atau imunostimulator. Antiviral yang biasa diberikan adalah asiklovir sejak lesi muncul dalam 3 hari pertama karena lewat dari masa ini pengobatan tidak efektif.
Pengobatan topikal bergantung pada stadium. Pada stadium vesikel diberikan bedak untuk mencegah pecahnya vesikel agar tidak terjadi infeksi sekunder. Bila erosif diberikan kopres terbuka. Kalau terjadi ulserasi dapat diberikan salep antibiotik.

7. Komplikasi
Pada usia di atas 40 tahun kemungkinan terjadi neuralgia pasca herpetik.


BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian

Data subjektif
Bila terjadi herpes zooster sangat penting untuk mengetahui faktor penyebabnya agar dapat mencegah kontak ulang atau terhadap perubahan.

Data yang dikumpulkan
  • Pengetahuan tentang faktor penyebab herpes zooster
  • Kemungkinan bisa menimbulkan iritasi
  • Riwayat tentang infeksi yang berulang-ulang, kemungkinan berkurangnya respon immunitas
  • Dan faktor virus varisella yang membuat semakin parah

Data Objektif
Lesi diperiksa setiap hari untuk mengetahui apakah terdapat perubahan atau ada infeksi. Observasi laksanakan apakah pasien masih suka menggaruk-garuk lesi.

Diagnosa Keperawatan
Dx 1
Gangguan integritas kulit b/d vesikel dan eritmea yang menyebar.

Tujuan:
Integritas kulit dapat dilatasi.

Intervensi:
  • Ganti baju sesering
  • Beri bedak

Rasionalisasi:
  • Rasa gatal berkurang
  • Membuat tubuh lebih nyaman

Implementasi:
  • Mengganti baju sesering mungkin
  • Memberi bedak

Evaluasi:
Rasa gatal berkurang

Dx 2
Resiko tinggi kerusakan integritas kulit

Tujuan:
Px mempertahankan integritas kulit

Intervensi:
  • Potong kuku yang panjang
  • Berikan pakaian yang tipis, longgar
  • Berikan lotion yang melembutkan

Rasionalisasi:
  • Untuk meminimalkan trauma dan infeksi sekunder
  • Panas yang berlebihan dapat meningkatkan rasa gatal
  • Untuk mengurangi rasa gatal
Implementasi:
  • Memotong kuku yang panjang
  • Memberikan pakaian yang tipis dan longgar, tidak mengiritasi
  • Memberikan lotion yang melembutkan

Evaluasi:
Kulit tetap utuh.

Dx 3
Gangguan cairan tubuh b/d persepsi penampilan

Tujuan:
Pasien menunjukkan citra diri yang positif.

Intervensi:
  • Dorong px untuk mengekspresikan perasaan tentang penampilan pribadi dan reaksi yang dirasakan dengan orang lain
  • Diskusikan bersama px tentang perbaikan kondisi kulit

Rasionalisasi:
  • Untuk memfasilitasi koping
  • Untuk memberikan harapan
Implementasi:
  • Mendorong px untuk mengekspresikan perasaan tentang penampilan pribadi dan reaksi yang dirasakan dengan orang lain
  • Mendiskusikan bersama px tentang perbaikan kondisi kulit

Evaluasi:
Px memudahkan tanda-tanda rasa nyaman.


DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth, Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3, Jakarta, Penerbit EGC, 2002.
Corwin J. Elisabeth, Pathofisiologi Buku Saku, Penerbit Buku Kedokteran, EGC jakarta, 2000.
Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1999.
Mansjoer Arief, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2, Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2000.

0 Response to "Asuhan Keperawatan Herpes Zooster"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel