ASUHAN KEPERAWATAN PADA SISTEM RESPIRATORUS DENGAN ASMA BRONKHIAL
BAB I
TINJAUAN TEORI
- KERANGKA KONSEP
- DEFINISI
Asma merupakan gangguan inflamasi kronik jalan napas yang melibatkan berbagai sel inflamasi. Dasar penyakit ini adalah hiperaktivitas bronkus dalam berbagai tingkat, obstruksi jalan napas, dan gejala pernapasan (mengi dan sesak). (Mansjoer, 1999:476)
Asma adalah penyakit pernapasan obstruktif yang ditandai oleh spasme akut otot polos bronkiolus. Hal ini menyebabkan obstruksi aliran udara dan penurunan ventilasi alveolus. (Corwin, 2000:430)
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respons trachea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan napas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan. (The American Thoracic Society, 1962).
Status Asmatikus adalah keadaan spasme bronkiolus berkepanjangan yang mengancam nyawa yang tidak dapat dipulihkan oleh pengobatan. (Corwin, 2000:430).
Status asmatikus adalah asma yang berat dan persisten yang tidak merespon terapi konvensional. Serangan dapat berlangsung lebih dari 24 jam. Infeksi, kecemasan penggunaan tranquilizer dapat menunjang episode ini. Episode akut mungkin dicetuskan oleh hipersensitivitas terhadap penicillin (Smeltzer and Bare, 2002).
- ANATOMI FISIOLOGI
Anatomi saluran pernapasan terdiri atas saluran pernapasan bagian atas ( rongga hidung, sinus paranasal, dan faring), saluran pernapasan bagian bawah ( laring, trachea, bronkus, dan alveoli), sirkulasi pulmonal (ventrikel kanan, arteri pulmonal, kapiler pulmonary, venula pulmonary, vena pulmonary,atrium kiri), paru (paru kanan 3 lobus dan paru kiri 2 lobus), rongga pleura, dan otot-otot pernapasan.
Asma merupakan gangguan pada jalan napas, yang mengenai penyempitan trachea dan bronchus. Trakhea adalah sebuah tabung yang berdiameter 2,5 cm dengan panjang 11 cm. Trakhea terletak setelah laring dan memanjang ke bawah setara dengan vertebra torakalis ke-5. Ujung trachea bagian bawah bercabang menjadi dua bronkus (bronchi) kanan dan kiri disebut karina.
Trakhea tersusun atas 16-20 kartilago hialin berbentuk huruf C yang melekat pada dinding trachea dan berfungsi untuk melindungi jalan udara. Kartilago ini juga berfungsi untuk mencegah terjadinya kolaps atau ekspansi berlebihan akibat perubahan tekanan udara yang terjadi dalam system pernapasan.
Bronkus mempunyai struktur serupa dengan trachea. Bronkus kiri dan kanan tidak simetris. Bronkus kanan lebih pendek, lebih lebar, dan arahnya hampir vertical dengan trachea. Sebaliknya, bronkus kiri lebih panjang, lebih sempit, dan sudutnya pun lebih runcing.
Bronkus pulmonaris bercabang dan beranting sangat banyak. Cabang utama bronkus memiliki struktur serupa trachea. Dinding bronkus dan cabang-cabangnya dilapisi epithelium batang bersilia, dan berlapis semu.
Bronkiolus terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya adalah menghantarkan udara ke tempat pertukaran gas di paru.
Saluran pernapasan berfungsi untuk menghantarkan udara dari dan ke permukaan paru. Saluran pernapasan terbagi menjadi zona konduksi dan zona respirasi. Zona konduksi dimulai dari rongga hidung menuju faring, laring, trakhea, bronkhus, bronkhiolus, dan terakhir bronkiolus terminalis. Zona respirasi terdiri atas saluran bronkhiolus respiratorius dan alveoli.
Sistem pernapasan dapat disebut juga dengan system respirasi yang berarti bernapas kembali. Sistem ini berperan menyediakan oksigen (O2) yang diambil dari atmosfer dan mengeluarkan karbondioksida (CO2) dari sel-sel (tubuh) menuju ke udara bebas. Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen kedalam tubuh (inspirasi) serta mengeluarkan udara yang mengandung karbondioksida sisa oksidasi keluar tubuh (ekspirasi). Proses bernapas berlangsung dengan dukungan system saraf pusat dan system kardiovaskuler.
Proses penyaringan, penghangatan, dan pelembapan udara yang masuk dimulai dari saluran pernapasan bagian atas dan berlanjut pada system konduksi udara. Udara yang mencapai alveoli telah bersih dari partikel-partikel asing dan bakteri pathogen. Selain itu, kelembapan dan suhu udara telah sesuai dengan batas yang mampu diterima oleh alveoli. Semua proses tersebut terlaksana karena adanya mukosa respirasi yang mengatur agar aktivitas tersebut berjalan optimal.
Sistem saraf pusat memberikan dorongan ritmis dari dalam untuk bernapas dan secara reflex merangsang otot diafragma dan otot dada yang akan memberikan tenaga pendorong bagi gerakan udara. Fungsi anatomi yang cukup baik ini baik dari semua system ini penting untuk respirasi sel. Malfungsi dari setiap komponen dapat mengganggu pertukaran dan pengangkutan gas serta dapat sangat membahayakan. (Mutaqqin, 2008:24)
Status asmatikus merupakan kedaruratan yang dapat berakibat kematian, oleh karena itu:
- Apabila terjadi serangan, harus ditanggulangi secara tepat dan diutamakan terhadap usaha menanggulangi sumbatan saluran pernapasan.
- Keadaan tersebut harus di cegah dengan memerhatikan faktor-faktor yang merangsang timbulnya serangan (debu, serbuk, makanan tertentu, infeksi saluran pernapasan, stress emosi, dan obat-obatan tertentu seperti aspirin, dan lain-lain)
(Mutaqqin, 2008:181)
- PATOFISIOLOGI
Faktor pencetus serangan asma: Alergen, ISPA, Tekanan Jiwa, Olahraga/kegiatan jasmani yang berat, obat-obatan, polusi udara, lingkungan kerja.
Hiperaktivitas Edema mukosa dan Hipersekresi mukus
Bronkus dinding bronkus
Peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan,
penggunaan otot-otot bantu pernapasan.
Ketidakefektifan Keluhan sistemis, mual, Keluhan psikososial,
Bersihan Jalan Napas Intake nutrisi tidak adekuat, Kecemasan,dan
Keletihan fisik Prognosis
Peningkatan kerja - Perubahan pemenuhan - Kecemasan
Pernapasan, hipoksemia nutrisi kurang dari kebutuhan - Ketidaktahuan
Secara reversible - Gangguan pemenuhan ADL atau pemenuhan Informasi
- Risiko tinggi ketidakefektifan pola napas Status asmatikus
- Gangguan pertukaran gas
Gagal napas
Kematian
(Mutaqqin, 2008:174)
Patogenesis
Alergen yang masuk ke dalam tubuh merangsang sel plasma menghasilkan IgE yang selanjutnya menempel pada reseptor dinding sel mast. Sel mast ini disebut sel mast tersensitisasi.
Bila allergen masuk serupa masuk ke dalam tubuh, allergen tersebut akan menempel pada sel mast tersensitisasi yang kemudian mengalami degranulasi dan mengeluarkan sejumlah mediator seperti histamine, leukotrien, factor pengaktivasi platelet, bradikinin. Mediator ini menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler sehingga timbul edema, peningkatan produksi mucus, dan kontraksi otot polos secara langsung atau melalui persarafan simpatis.
(Mansjoer, 2000)
Patofisiologi Status Asmatikus
Karakteristik dasar asma (kontriksi otot polos bronchial, pembengkakan mukosa bronchial, dan pengentalan sekresi) mengurangi diameter bronchial dan gejala ini nyata pada status asmatikus. Abnormalitas ventilasi perfusi pada awalnya mengakibatkan hipoksemia dan alkalosis respiratorik, lalu di ikuti dengan asidosis respiratorik.
Terdapat penurunan PaO2 dan alkalosis respiratorik dengan penurunan PaCO2 dan peningkatan pH. Dengan meningkatnya keparahan status asmatikus, PaCO2 meningkat dan pH menurun, mencerminkan asidosis respiratorik.
(Mutaqqin, 2008:181)
- ETIOLOGI
Belum diketahui. Faktor pencetus adalah allergen, infeksi (terutama saluran napas bagian atas), iritan, cuaca, kegiatan jasmani, refluks gastroesofagus, dan psikis. (Mansjoer, 2000:461)
Menurut Mutaqqin, 2008:173 faktor pencetus asma bronchial adalah allergen, infeksi saluran pernapasan, tekanan jiwa, olahraga/tekanan jasmani yang berat, obat-obatan, polusi udara, dan lingkungan kerja.
Klasifikasi Asma berdasarkan etiologi
- Asma Bronkhial Tipe Atopik (Ekstrinsik)
Asma timbul karena seseorang yang mengalami atopi akibat pemaparan allergen. Alergen yang masuk tubuh melalui saluran pernapasan, kulit, saluran pencernaan, akan ditangkap oleh makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cell (APC). Setelah allergen diproses dalam sel APC, selanjutnya oleh cell tersebut, allergen dipresentasikan ke sel Th.
- Asma Bronkhial Tipe Non-Atopik (Instrinsik)
Asma non alergik (asma instrinsik) terjadi bukan karena pemaparan allergen tetapi terjadi akibat beberapa factor pencetus seperti infeksi saluran pernapasan bagian atas, olahraga atau kegiatan jasmani yang berat, dan tekanan jiwa atau stress psikologis. Serangan asma terjadi akibat gangguan saraf otonom terutama gangguan saraf simpati, yaitu blockade adrenergic beta dan hipiereaktivitas adrenergic alfa. (Mutaqqin,2008:173)
- MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang timbul biasanya berhubungan dengan beratnya derajat hiperaktivitas bronkus. Obstruksi jalan napas dapat reversible secara spontan maupun dengan pengobatan. Gejala-gejala asma antara lain:
- Bising mengi (wheezing) yang terdengar dengan atau tanpa stateskop.
- Batuk produktif, sering pada malam hari.
- Napas atau dada seperti tertekan.
Gejalanya bersifat paroksimal, yaitu membaik pada siang hari dan memburuk pada malam hari. (Mansjoer, 1999:477)
Gambaran klinis asma menurut Corwin, 2000:431 adalah:
- Dispnea berat.
- Retraksi dada.
- Napas cuping hidung.
- Peningkatan jelas usaha napas.
- Pernapasan yang dangkal dan cepat.
- Selama serangan asma, udara terperangkap karena spasme dan mucus memperlambat ekspirasi.
Manifestasi klinis status asmatikus adalah sama dengan menifestasi yang terdapat pada asma hebat-pernapasan labored:
- Perpanjangan ekshalasi.
- Perbesaran vena leher.
- Namun, lamanya mengi tidak mengindikasikan keparahan serangan. Dengan makin besarnya obstruksi, mengi dapat hilang, yang sering kali menjadi pertanda bahaya gagal pernapasan. (Smeltzer, 2001:614).
Diagnosis
Diagnosis asma berdasarkan:
- Anamnesis: riwayat perjalanan penyakit, factor-faktor yang berpengaruh terhadap asma, riwayat keluarga dan riwayat adanya alergi, serta gejala klinis.
- Pemeriksaan fisik.
- Pemeriksaan laboratorium: darah (terutama eosinofil, IgE Total, IgE Spesifik), sputum (eosinofil, spiral Curshman, Kristal Charcot-Leyden).
- Tes fungsi paru dengan spirometri atau peak flow meter untuk menentukan adanya obstruksi jalan napas.
(Mansjoer, 2000)
- PENATALAKSANAAN
- Pencegahan terhadap pemajanan alergi.
- Pencegahan juga mencakup memantau ventilasi secara berkala, terutama selama waktu-waktu puncak serangan asma, misalnya musim dingin.
- Kemajuan penting dalam pencegahan dan pengobatan serangan asma adalah pemakaian obat-obat anti-inflamasi pada permulaan serangan, atau sebagai terapi pencegahan.
- Intervensi perilaku, yang ditujukan untuk menenangkan pasien agar rangsangan parasimpatis ke jalan napas berkurang.
- Intervensi farmakologis selama serangan akut mencakup inhalasi obat-obat simpatis beta.
- Golongan metal-xantin juga menghilangkan spasme.
- Obat-obat antikolinergik.
- (Corwin, 2000:432)
Tujuan terapi asma adalah:
- Menyembuhkan dan mengendalikan gejala asma.
- Mencegah kekambuhan.
- Mengupayakan fungsi paru senormal mungkin serta mempertahankannya.
- Menghindari efek samping obat asma.
- Mencegah obstruksi jalan napas yang irecersibel.
Terapi awal, yaitu:
- Oksigen 4-6 liter/menit.
- Agonis beta 2 (salbutamol 5 mg atau feneterol 2,5 mg atau terbutalin 10 mg) inhalasi nebulasi dan pemberiannya dapat diulang setiap 20 menit sampai 1 jam.
- Aminofillin bolus iv 5-6 mg/kg BB, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12 jam sebelumnya maka cukup diberikan setengah dosis.
- Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg iv.
Terapi asma kronik adalah sebagai berikut:
- Asma ringan: Agonis beta 2 inhalasi bila perlu atau agonis beta 2 oral sebelum exercise atau terpapar allergen.
- Asma sedang: anti inflamasi setiap hari dan agonis beta 2 inhalasi bila perlu.
- Asma berat: steroid inhalasi setiap hari, teofilin slow release atau agonis beta 2 long acting, steroid oral selang sehari aatau dosis tunggal harian dan agonis beta 2 inhalasi sesuai kebutuhan.
(Mansjoer, 1999:480)
Penatalaksanaan medis menurut Mutaqqin, 2008:179 adalah
- Pengobatan Nonfarmokologi
- Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan untuk peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit asma sehingga klien secara sadar menghindari factor-faktor pencetus, menggunakan obat secara benar, dan berkonsultasi pada tim kesehatan.
- Menghindari factor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asma yang ada pada lingkungannya, diajarkan cara menghindari dan mengurangi factor pencetus termasuk intake cairan yang cukup bagi klien.
- Fisioterapi
Dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mucus. Ini dapat dilakukan dengan postural drainase, perkusi, dan fibrasi dada.
- Pengobatan Farmakologi
- Agonis Beta
- Metalxantin
- Kortikosteroid
- Kromolin dan Iprutropioum bromide (atroven)
Penatalaksaan Medis Status Asmatikus
- Oksigen 4-6 liter/menit.
- Pemenuhan hidrasi via infuse.
- Terbutaline 0,25 mg/6 jam secara subkutis (SC).
- Bronkodilator/antibronkospasme.
- Antiedema mukosa dan dinding bronchus dengan golongan kortikosteroid.
- Mukolitik dan ekspektoran.
(Mutaqqin, 2008:182)
Pemeriksaan Diagnostik
- Pengukuran Fungsi Paru (Spirometri)
Pengukuran ini dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol golongan FEV dan FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma.
- Tes Provokasi Bronkhus
Tes ini dilakukan pada spirometri internal. Penurunan FEV sebesar 20% atau lebih setelah tes provokasi dan denytu jantung 80-90% dari maksimum di anggap bermakna bila menimbulkan penurunan PEFR 10% atau lebih.
- Pemeriksaan Kulit
Untuk menunjukkan adanya antibody IgE hipersensitif yang spesifik dalam tubuh akibat dari alergi yang disebabkan oleh asma ekstrinsik.
- Pemeriksaan Laboratorium
- Analisa Gas Darah (AGD/Astrup)
Hanya dilakukan pada serangan asma berat karena terdapat hipoksemia, hiperkapnea, dan asidosis respiratorik.
Analisa Gas Darah, nilai normalnya:
- [HCO3-] : 21-28 mmol/L (21-30 meq/L)
- PCO2 : 4,7-5,9 kPa (35-45 mmHg)
- PH : 7,38-7,44
- PO2 : 11-13 kPa (80-100 mmHg)
(Mansjoer, 2000:675. Nilai Laboratorium Normal)
- Sputum
Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan asma yang berat, karena hanya reaksi yang hebat saja yang menyebabkan transudasi dari edema mukosa, sehingga terlepaslah sekelompok sel-sel epitel dari perlekatannya. Pewarnaan gram penting untuk melihat adanya bakteri, cara tersebut kemudian diikuti kultur dan uji resistensi terhadao beberapa antibiotic.
- Sel Eosinofil
Sel eosinofil pada klien dengan status asmatikus dapat mencapai 1000-1500/mm3 baik asma instrinsik maupun ekstrinsik, sedangkan hitung sel eosinofil normal antara 100-200mm3. Perbaikan fungsi paru disertai penurunan hitung jenis sel eosinofil menunjukkan pengobatan telah tepat.
(Eosinofil normal: 50-300/ul, Mansjoer, 2000:675)
- Pemeriksaan darah rutin dan kimia
Jumlah sel leukosit yang lebih dari 15.000mm3 (leukosit normal: 5000-10.000 ul) terjadi karena adanya infeksi. SGOT dan SGPT meningkat disebabkan kerusakan hati akibat hipoksia atau hiperkapnea. (Nilai SGOT normal: <12 U/l dan SGPT normal: <12 U/l, Mansjoer, 2000:675).
- Pemeriksaan Radiologi
Hasil pemeriksaan radiologi pada klien dengan asma bronchial biasanya normal, tetapi prosedur ini harus tetap dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya proses patologi di paru atau komplikasi asma seperti pneumotoraks , pneumomediastinum, atelektasis, dan lain-lain.
Evaluasi Diagnostik Status Asmatikus
- Pemeriksaan fungsi paru adalah cara yang paling akurat dalam mengkaji obstruksi jalan napas akut.
- Pemeriksaan gas darah arteri dilakukan jika pasien tidak mampu melakukan maneuver fungsi pernapasan karena obstruksi berat atau keletihan, atau bila pasien tidak berespon terhadap tindakan.
- Respirasi alkalosis (CO2 rendah) adalah temuan yang paling umum pada pasien asmatik.
- Peningkatan PCO2 (ke kadar normal atau kadar yang menandakan respirasi asidosis) seringkali merupakan tanda bahaya serangan gagal napas.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
- PENGKAJIAN
Anamnesis
Pengkajian mengenai nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal, status perkawinan dan gangguan emosional yang timbul dalam keluarga atau lingkungan, pekerjaan serta suku bangsa, tanggal masuk rumah sakit (MRS), nomor rekam medis, asuransi kesehatan, dan diagnosis medis.
Keluhan utama meliputi sesak napas, bernapas terasa berat pada dada, dan adanya keluhan sulit untuk bernapas. (Mutaqqin, 2008:175)
Klien dengan serangan status asmatikus dating mencari pertolongan dengan keluhan sesak napas hebat dan mendadak di ikuti dengan gejala-gejala lain, yaitu wheezing, penggunaan otot bantu napas, kelelahan, gangguan kesadaran, sianosis, dan perubahan tekanan darah. Perawat perlu mengkaji obat-obatan yang biasa di minum klien, memeriksa kembali setiap jenis obat apakah masih relevan untuk digunakan kembali. (Mutaqqin, 2008:181)
Riwayat Penyakit Saat Ini
Klien dengan serangan sama datang dengan mencari pertolongan terutama dengan keluhan sesak napas yang hebat dan mendadak, kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain seperti wheezing, penggunaan otot bantu pernapasan, kelelahan, gangguan kesadaran, sianosis, dan perubahan tekanan darah.
Serangan asma mendadak secara klinis dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium pertama ditandai dengan batuk-batuk berkala dan kering. Stadium kedua ditandai dengan batuk disertai mucus yang jernih dan berbusa. Stadium ketiga ditandai dengan hamper tidak terdengarnya suara napas karena aliran udara kecil, tidak ada batuk, pernapasan menjadi dangkal dan tidak teratur, irama pernapasan meningkat karena aspiksia. Perawat perlu mengkaji obat-obatan yang biasa diminum klien dan memeriksa kembali setiap jenis obat apakah masih relevan digunakan.
Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit yang pernah di derita pada masa dahulu seperti adanya infeksi saluran pernapasan atas, sakit tenggorokan, amandel, sinusitis, dan polip hidung. Riwayat serangan asma, frekuensi, waktu, dan allergen-alergen yang dicurigai sebagai pencetus serangan, serta riwayat pengobatan yang dilakukan untuk meringankan gejala asma.
Riwayat Penyakit Keluarga
Pada klien dengan serangan asma perlu dikaji tentang riwayat penyakit asma atau penyakit alergi yang lain pada anggota keluarganya karena hipersensitivitas pada penyakit asma ini lebih ditentukan oleh faktor genetic dan lingkungan.
Pengkajian Psiko-Sosio-Kultural
Kecemasan dan koping yang tidak efektif sering didapatkan pada klien dengan asma bronchial. Status ekonomi berdampak pada asuransi kesehatan dan perubahan mekanisme peran dalam keluarga. Gangguan emosional sering dipandang sebagai salah satu pencetus bagi serangan asma baik gangguan itu berasal dari rumah tangga, lingkungan sekitar, sampai lingkungan kerja. Seorang dengan beban hidup yang berat lebih berpotensial mengalami serangan asma berada dalam keadaan yatim piatu, mengalami ketidak harmonisan hubungan dengan orang lain, sampai mengalami ketakutan tidak dapat menjalankan peranan seperti semula.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
Perlu mengkaji tentang kesadaran klien, kecemasan, kegelisahan, kelemahan suara bicara, denyut nadi, frekuensi pernapasan yang meningkat, penggunaan otot-otot bantu pernapasan, sianosis, batuk dengan lendir lengket, dan posisi istirahat klien.
B1 (Breathing)
Inspeksi
Pada klien dengan asma terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan, serta penggunaan otot bantu pernapasan. Inspeksi dada terutama untuk melihat postur bentuk dan kesimetrisan, adanya peningkatan diameter antero posteriol, retraksi otot-otot interkostalis, sifat dan irama pernapasan, dan frekuensi pernapasan. (Mutaqqin, 2008:178)
Pada klien dengan status asmatikus terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan, penggunaan otot bantu napas, terlihat kelelahan sampai gelisah, dan kadang didapatkan kondisi sianosis. (Mutaqqin, 2008:181)
Palpasi
Pada palpasi biasanya kesimetrisan, ekspansi, dan taktil fremitus normal.
Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah.
Auskultasi
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan ekspirasi lebih dari 4 detik atau lebih dari 3 kali inspirasi, dengan bunyi napas tambahan utama wheezing pada akhir ekspirasi.
Ekspirasi memanjang disertai wheezing (di apeks dan hilus).
Prioritas Masalah Keperawatan
- Mempertahankan jalan napas.
- Meningkatkan kemampuan pertukaran gas.
- Meningkatkan intake nutrisi.
- Mencegah komplikasi, kondisi progresif yang lambat.
- Memberikan informasi tentang proses penyakit.
- Mengurangi kecemasan.
- DIAGNOSA KEPERAWATAN
- Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan adanya bronkokonstriksi, bronkospasme, edema mukosa dan dinding bronkus, serta sekresi mucus yang kental.
- Resiko tinggi ketidakefektifan pola napas yang berhubungan dengan peningkatan kerja pernapasan, hipoksemia, dan ancaman gagal napas.
- Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan serangan sama yang menetap.
- Gangguan pemenuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan penurunan nafsu makan.
- Gangguan ADL yang berhubungan dengan kelemahan fisik umum, keletihan.
- Cemas yang berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan(ketidakmampuan untuk bernapas).
- Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat mengenai proses penyakit dan pengobatan.
- INTERVENSI KEPERAWATAN
DP 1: Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan adanya bronkhokontriksi, bronkhospasme, edema mukosa dan dinding bronchus, serta sekresi mucus yang kental.
Tujuan : Kebersihan jalan napas kembali efektif.
Kriteria hasil:
- Dapat mendemonstrasikan batuk efektif.
- Dapat menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi.
- Tidak ada suara napas tambahan dan wheezing (-).
- Pernapasan klien normal (16-20x/menit) tanpa ada penggunaan otot Bantu napas.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
- Kaji warna, kekentalan, dan jumlah sputum.
- Atur posisi semi fowler.
- Ajarkan cara batuk efektif.
- Bantu klien latihan napas dalam.
- Pertahankan intake cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali tidak diindikasikan.
- Lakukan fisioterapi dada dengan tekhnik postural drainase, perkusi, dan fibrasi dada.
- Kolaborasi pemberian obat
Bronkodilator golongan B2
· Nebulizer (via inhalasi) dengan golongan terbutaline 0,25 mg, fenoterol HBr 0,1% Solution, orciprenaline sulfur 0,75 mg.
· Intravena dengan golongan theophyline ethilenediamine (aminofillin) bolus IV 5-6 mg/kgBB.
- Agen mukolitik dan ekspektoran.
- Kortikosteroid
|
- Karakteristik sputum dapat menunjukkan berat ringannya obstruksi.
- Meningkatkan ekspansi dada.
- Batuk yang terkontrol dan efektif dapat memudahkan pengeluaran secret yang melekat di jalan napas.
- Ventilasi maksimal membuka lumen jalan napas dan meningkatkan gerakan secret kedalam jalan napas besar untuk dikeluarkan.
- Hindari yang adekuat membantu mengencer secret dan mengefektifkan pembersihan jalan napas.
- Fisioterapi dada merupakan strategi untuk mengeluarkan secret.
· Pemberian bronkodilator via inhalasi akan langsung menuju area bronkus yang mengalami spasme sehingga lebih cepat berdilatasi.
· Pemberian secara intravena merupakan usaha pemeliharaan agar dilatasi jalan napas dapat optimal.
- Agen mukolitik menurunkan kekentalan dan perlengketan secret paru untuk memudahkan pembersihan.
- Kortikosteroid berguna pada keterlibatan luas dengan hipoksemia dan menurunkan reaksi inflamasi akibat edema mukosa dan dinding bronkus.
|
DP 2: Resiko tinggi ketidakefektifan pola napas yang berhubungan dengan peningkatan kerja pernapasan, hipoksemia, dan ancaman gagal napas.
Tujuan: Mempertahankan pola napas efektif.
Kriteria hasil:
- GDA dalam batas normal.
- Bebas sianosis.
- Tidak adanya distress pernapasan.
- Menunjukkan paru jelas dan bersih.
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan dan ekspansi dada. Catat upaya pernapasan, termasuk penggunaan otot bantu/pelebaran nasal.
|
Kecepatan biasanya meningkat. Dispnea dan terjadi peningkatan kerja napas (pada awal atau hanya tanda EP subakut).
|
Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas adventisius, seperti krekels, mengi, gesekan pleural.
|
Bunyi napas menurun/tak ada bila jalan napas obstruksi sekunder terhadap perdarahan, bekuan atau kolaps jalan napas kecil (atelektasis).
|
Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi. Bangunkan pasien turun tempat tidur dan ambulasi sesegera mungkin.
|
Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernapasan.
|
Kolaborasi
Berikan oksigen tambahan.
|
Memaksimalkan bernapas dan menurunkan kerja napas.
|
Berikan humidifikasi tambahan, mis., nebulizer ultrasonic.
|
Memberikan kelembaban pada membrane mukosa dan membantu pengenceran secret untuk memudahkan pembersihan.
|
Bantu fisioterapi dada (mis., drainase postural dan perkusi area yang tidak sakit, tiupan botol/spirometri insentif).
|
Memudahkan upaya pernapasan dalam dan meningkatkan drainase secret dari segmen paru kedalam bronkus.
|
DP 3: Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan serangan asma menetap.
Tujuan: Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat.
Kriteria hasil:
- GDA dalam rentang normal.
- Bebas gejala distress pernapasan.
- Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam tingkat kemampuan/situasi.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal.
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan. Catat penggunaan otot aksesori, napas bibir, ketidakmampuan bicara/berbincang..
|
Berguna dalam evaluasi derajat stress pernapasan dan/atau kronisnya proses penyakit.
|
Tinggikan kepala tempat tidur, Bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernapa.
|
Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi.
|
Kaji/awasi secar rutin kulit dan warna membran mukosa.
|
Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat sekitar bibir/atau daun telinga).
|
Kolaborasi
Awasi/gambarkan seri GDA dan nadi oksimetri.
|
PaCO2 biasanya meningkat dan paO2 secara umum menurun, sehingga hipoksia terjadi lebih kecil atau lebih besar.
|
Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien.
|
Dapat mempeerbaiki/mencegah memburuknya hipoksia.
|
Berikan penekan SSP (mis., sedative) dengan hati-hati.
|
Digunakan untuk mengontrol gelisah yang meningkatkan oksigen.
|
DP 4: Gangguan pemenuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan penurunan nafsu makan.
Tujuan: Meningkatkan intake nutrisi.
Kriteria hasil:
- Berat badan menuju peningkatan.
- Mempertahankan berat yang tepat.
- Menunjukkan perilaku/perubahan pola hidup untuk meningkatkan berat badan.
- Menunjukkan peningkatan nafsu makan.
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makan. Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.
|
Pasien asma sering anoreksia karena dispnea, produksi sputum, dan obat.
|
Auskultasi bunyi usus.
|
Penurunan bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster.
|
Berikan perawatan oral sering, buang secret, berikan wadah khusus unntuk sekali pakai dan tisu.
|
Rasa tak enak dan bau adalah pencegah utama nafsu makan dan dapat membuat mual dan muntah dengan peningkatan kesulitan napas.
|
Konsul ahli gizi/nutrisi pendukung tim untuk memberikan makan yang mudah cerna, secara nutrisi seimbang.
|
Metode makan dan kebutuhan kalori didasarkan pada situasi/kebutuhan individu untuk memberikan nutrisi maksimal.
|
Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi.
|
Menurunkan dispnea dan meningkatkan energy untuk makan meningkatkan makanan.
|
Kaji pemeriksaan laboratorium.
|
Mengatasi kekurangan dan mengawasi keefektifan terapi nutrisi.
|
DP 5: Gangguan ADL yang berhubungan dengan kelemahan fisik umum, keletihan.
Tujuan: Menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat di ukur.
Kriteria hasil:
- Tak adanya dispnea.
- Tanda vital dalam rentang normal.
- Kelemahan tidak berlebihan
Intervensi
|
Rasional
|
Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dispnea, peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas.
|
Menetapkan kebutuhan/kemampuan pasien dan memudahkan pilihan intervensi.
|
Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.
|
Menurunkan stress dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat.
|
Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat.
|
Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolic, menghemat energy untuk penyembuhan.
|
Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan/atau tidur.
|
Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi.
|
Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan.
|
Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
|
DP 6: Cemas yang berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernapas).
Tujuan: Mengurangi kecemasan.
Kriteria hasil:
- Melaporkan takut/ansietas hilang.
- Penampilan rileks.
- Istirahat dan tidur yang tepat.
Intervensi
|
Rasional
|
Catat derajat ansietas dan takut. Informasikan pasien/orang terdekat bahwa perasaannya normal dan dorong mengekspresikan perasaan.
|
Pemahaman bahwa perasaan normal dapat membantu pasien meningkatkan beberapa perasaan control emosi.
|
Jelaskan proses penyakit dan prosedur dalam tingkat kemampuan pasien untuk memahami dan menangani informasi.
|
Menghilangkan ansietas karena ketidaktahuan dan menurunkan takut tentang keamanan pribadi.
|
Tinggal dengan pasien dan membuat perjanjian dengan seseorang untuk menunggu selama serangan akut.
|
Membantu dalam menurunkan ansietas yang berhubungan dengan penolakann adanya dispnea berat.
|
Berikan tindakan kenyamanan, mis., pijatan punggung, perubahan posisi.
|
Alat untuk menurunkan stres dan perhatian tak langsung untuk meningkatkan relaksasi dan kemampuan koping.
|
Bantu pasien untuk mengidentifikasi perilaku membantu, mis., posisi yang nyaman, focus bernapas, tekhnik relaksasi.
|
Memberikan pasien tindakan mengontrol untuk menurunkan ansietas dan tegangan otot.
|
Dukung pasien/orang terdekat dalam menerima realita situasi, khususnya rencana untuk periode penyembuhan yang lama.
|
Mekanisme koping dan partisipasi dalam program pengobatan mungkin meningkatkan belajar pasien untuk menerima hasil yang diharapkan.
|
DP 7: Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat mengenai proses penyakit dan pengobatan.
Tujuan: Memberikan informasi tentang penyakit.
Kriteria hasil:
- Menyatakan pemahaman proses penyakit, kemungkinan komplikasi, dan mencegah kekambuhan.
- Mengidentifikasi potensial factor resiko terapi dan tanda gejala yang memerlukan intervensi.
Intervensi
|
Rasional
|
Tekankan pentingnya mengikuti jadwal pengobatan yang diberikan.
|
Antikoagulan dapat diperlukan selama 6 minggu sampai 6 bulan selama episode awal.
|
Kaji fungsi normal paru, patologi kondisi.
|
Meningkatkan pemahaman situasi yang ada dan penting menghubungkannya dengan pengobatan.
|
Diskusikan aspek ketidakmampuan dari penyakit, lamanya penyembuhan, dan harapan kesembuhan.
|
Informasi dapat meningkatkan koping dan membantu menurunkan ansietas dan masalah berlebihan.
|
Berikan informasi dalam bentuk tulisan dan verbal.
|
Kelemahan dan depresi dapat mempengaruhi kemampuan untuk mengikuti program medic.
|
Tekankan pentingnya melanjutkan latihan napas.
|
Selama awal 6-8 minggu setelah pulang, pasien beresiko besar untuk kambuh dari asma.
|
Tekankan perlunya melanjutkan terapi antibiotic selama periode yang di anjurkan.
|
Penghentian dini antibiotic dapat mengakibatkan iritasi mukosa bronkus.
|
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
- KESIMPULAN
- Asma adalah penyakit pernapasan obstruktif yang ditandai oleh spasme akut otot polos bronkiolus. Hal ini menyebabkan obstruksi aliran udara dan penurunan ventilasi alveolus.
- Penyebab belum diketahui. Faktor pencetus adalah allergen, infeksi (terutama saluran napas bagian atas), iritan, cuaca, kegiatan jasmani, refluks gastroesofagus, dan psikis.
- Gambaran klinis asma menurut adalah:
- Dispnea berat.
- Retraksi dada.
- Napas cuping hidung.
- Peningkatan jelas usaha napas.
- Pernapasan yang dangkal dan cepat.
- Selama serangan asma, udara terperangkap karena spasme dan mucus memperlambat ekspirasi.
- Penatalaksanaan asma bertujuan:
- Menyembuhkan dan mengendalikan gejala asma.
- Mencegah kekambuhan.
- Mengupayakan fungsi paru senormal mungkin serta mempertahankannya.
- Menghindari efek samping obat asma.
- Mencegah obstruksi jalan napas yang irecersibel.
- Komplikasi asma bisa berupa: pneumotoraks, pneumomediastinum, dan emfisema subkutis, atelektasis, aspergilosis bronkopulmonar alergik, gagal napas, bronchitis, dan fraktur iga.
- SARAN
- Untuk instansi pendidikan agar lebih memperbanyak literature di perpustakaan yang merupakan sumber bagi mahasiswa untuk mendapatkan referensi sebagai bahan tambahan dan perbandingan dalam pembuatan tugas mata kuliah.
- Untuk mahasiswa sebagai bahan/referensi tambahan dalam pembuatan tugas lainnya, semoga dalam pembuatan makalah berikutnya bisa lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta. EGC.
Mansjoer, Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 1. Jakarta. Media Aesculapius.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Jakarta. Media Aesculapius.
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta. Salemba Medika.
Smeltzer, S.C. dan B.G. Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Edisi 8. Volume 1. Jakarta. EGC.
0 Response to "ASUHAN KEPERAWATAN PADA SISTEM RESPIRATORUS DENGAN ASMA BRONKHIAL"
Post a Comment