ASKEP ILEUS PARALITIK

BAB  I
PENDAHULUAN
Obstruksi intestinal merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang sering dijumpai, merupakan 60--70% dari seluruh kasus akut abdomen yang bukan appendicitis akuta. Penyebab yang paling sering dari obstruksi ileus adalah adhesi/streng, sedangkan diketahui bahwa operasi abdominalis dan operasi obstetri-ginekologik makin sering dilaksanakan yang terutama didukung oleh kemajuan di bidang diagnostik kelainan abdominalis.
Ada 3 hal yang tetap menarik untuk diketahui/diselidiki tentang obstruksi ileus, ialah :
  1. Makin meningkatnya keterdapatan obstruksi ileus.
  2. Diagnosa obstruksi ileus sebenarnya mudah dan bersifat universil; tetapi untuk mengetahui proses patologik yang sebenarnya di dalam rongga abdomen tetap merupakan hal yang sulit.
  3. Bahaya strangulasi yang amat ditakuti sering tidak disertai gambaran klinik khas yang dapat mendukungnya
Untuk dapat melaksanakan penanggulangan penderita obstruksi ileus dengan cara yang sebaik-baiknya, diperlukan konsultasi antara disiplin yang bekerja dalam satu tim dengan tujuan untuk mencapai 4 keuntungan :
  1. Bila penderita harus dioperasi, maka operasi dijalankan pada saat keadaan umum penderita optimal.
  2. Dapat mencegah strangulasi yang terlambat.
  3. Mencegah laparotomi negatif.
  4. Penderita mendapat tindakan operatif yang sesuai dengan penyebab obstruksinya. (portakabel.com)



BAB II
TINJAUAN TEORITIS
  1. Pengertian
    Ileus Paralitik adalah istilah gawat abdomen atau gawat perut menggambarkan keadaan klinis akibat kegawatan di rongga perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa tindakan bedah, misalnya pada obstruksi, perforasi, atau perdarahan masif di rongga perut maupun saluran cerna, infeksi, obstruksi atau strangulasi saluran cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis.
Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi usus akut. (http://medlinux.blogspot.com/2007/09/ileus.htm).
Ileus Paralitik adalah obstruksi yang terjadi karena suplai saraf otonom mengalami paralisis dan peristaltik usus terhenti sehingga tidak mampu mendorong isi sepanjang usus. Contohnya amiloidosis, distropi otot, gangguan endokrin seperti diabetes mellitus, atau gangguan neurologis seperti penyakit Parkinson. (http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/02/21/obstruksi-usus/).

  1. Etiologi
  2. Pembedahan Abdomen
  3. Trauma abdomen : Tumor yang ada dalam dinding usus meluas kelumen usus atau tumor diluar usus menyebabkan tekanan pada dinding usus
  4. Infeksi: peritonitis, appendicitis, diverticulitis
  5. Pneumonia
  6. Sepsis
  7. 6. Ketidakseimbangan elektrolit, khususnya natrium
  8. 7. Kelainan metabolik yang mempengaruhi fungsi otot
  9. 8. Obat-obatan: Narkotika, Antihipertensi

  1. Patofisiologi
  2. Proses Perjalanan Penyakit
Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau fungsional. Perbedaan utama adalah obstruksi paralitik di mana peristaltik dihambat dari permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanik peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermitten, dan akhirnya hilang. Perubahan patofisiologi utama pada obstruksi usus adalah lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dan gas (70% dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen, yang menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter cairan diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari ke sepuluh. Tidak adanya absorpsi dapat mengakibatkan penimbunan intralumen dengan cepat. Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan dimulai merupakan sumber kehilangan utama cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini adalah penyempitan ruang cairan ekstrasel yang mengakibatkan syok-hipotensi, pengurangan curah jantung, penurunan perfusi jaringan dan asidosis metabolik. Peregangan usus yang terus menerus mengakibatkan lingkaran setan penurunan absorpsi cairan dan peningkatan sekresi cairan ke dalam usus. Efek lokal peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorpsi toksin-toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik untuk menyebabkan bakteriemia. Pada obstruksi mekanik simple, hambatan pasase muncul tanpa disertai gangguan vaskuler dan neurologik. Makanan dan cairan yang ditelan, sekresi usus, dan udara terkumpul dalam jumlah yang banyak jika obstruksinya komplit. Bagian usus proksimal distensi, dan bagian distal kolaps. Fungsi sekresi dan absorpsi membrane mukosa usus menurun, dan dinding usus menjadi edema dan kongesti. Distensi intestinal yang berat, dengan sendirinya secara terus menerus dan progresif akan mengacaukan peristaltik dan fungsi sekresi mukosa dan meningkatkan resiko dehidrasi, iskemia, nekrosis, perforasi, peritonitis, dan kematian.
  1. D. Manifestasi Klinik
  2. 1. Obstruksi Usus Halus Gejala awal biasanya berupa nyeri abdomen bagian tengah seperti kram yang cenderung bertambah berat sejalan dengan beratnya obstruksi dan bersifat hilang timbul. Pasien dapat mengeluarkan darah dan mukus, tetapi bukan materi fekal dan tidak terdapat flatus. Pada obstruksi komplet, gelombang peristaltik pada awalnya menjadi sangat keras dan akhirnya berbalik arah dan isi usus terdorong kedepan mulut. Apabila obstruksi terjadi pada ileum maka muntah fekal dapat terjadi. Semakin kebawah obstruksi di area gastrointestinal yang terjadi, semakin jelas adanya distensi abdomen. Jika berlanjut terus dan tidak diatasi maka akan terjadi syok hipovolemia akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.
  3. 2. Obstruksi Usus Besar Nyeri perut yang bersifat kolik dalam kualitas yang sama dengan obstruksi pada usus halus tetapi intensitasnya jauh lebih rendah. Muntah muncul terakhir terutama bila katup ileosekal kompeten. Pada pasien dengan obstruksi disigmoid dan rectum, konstipasi dapat menjadi gejala satu-satunya selama beberapa hari. Akhirnya abdomen menjadi sangat distensi, loop dari usus besar menjadi dapat dilihat dari luar melalui dinding abdomen, dan pasien menderita kram akibat nyeri abdomen bawah.
  4. Komplikasi Dapat menyebabkan gangguan vaskularisasi usus dan memicu iskemia akibat distensi dan peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorpsi toksin – toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi, perforasi tukak peptik yang ditandai oleh perangsangan peritoneum yang mulai di epigastrium dan meluas ke seluruh peritoneum akibat peritonitis generalisata. Perforasi ileum pada tifus biasanya terjadi pada penderita yang demam kurang lebih dua minggu disertai nyeri kepala, batuk, dan malaise yang disusul oleh nyeri perut, nyeri tekan, defans muskuler, dan keadaan umum yang merosot.dan berakhir pada kematian.
  5. Penatalaksanaan Medis
  6. Pengobatan dan Terapi Medis
  7. Pemberian anti obat antibiotik, analgetika,anti inflamasi
  8. Obat-obatan narkose mungkin diperlukan setelah fase akut
  9. Obat-obat relaksan untuk mengatasi spasme otot
  10. Bedrest
  11. Konservatif
      Laparatomi Adanya strangulasi ditandai dengan adanya lokal peritonitis seperti takikardia, pireksia (demam), lokal tenderness dan guarding, rebound tenderness. Nyeri lokal, hilangnya suara usus lokal, untuk mengetahui secara pasti hanya dengan tindakan laparatomi.


  1. E. Pemeriksaan Diagnostik
  2. Radiologi Foto polos berisikan peleburan udara halus atau usus besar dengan gambaran anak tangga dan air – fluid level. Penggunaan kontras dikontraindikasikan adanya perforasi – peritonitis. Barium enema diindikasikan untuk invaginasi.b. Endoscopy, disarankan pada kecurigaan volvulus.

  3. ASUHAN KEPERAWATAN
  4. PENGKAJIAN
Data dasar pengkajian pasien:

AKTIVITAS/ISTIRAHAT
Gejala: kelemahan
Tanda:  kesulitan ambulasi

SIRKULASI
Tanda: takikardia, berkeringat, hipotensi,
            Edema jaringan

ELIMINASI
Gejala: ketidakmampuan defekasi dan flatus
             Diare (kadang-kadang)
Tanda: cegukan; distensi abdomen; abdomen diam
            Penurunan haluaran urine, warna gelap
            Bising usus kasar

MAKANAN/CAIRAN
Gejala: anoreksia, mual, muntah; haus
Tanda: muntah proyektil
            Membran mukosa kering, lidah bengkak, turgor kulit tampak buruk

NYERI/KETIDAKNYAMANAN
Gejala: nyeri abdomen tiba-tiba berat, umum atau lokal, menyebar ke bahu, terus                  menerus oleh gerakan
Tanda: distensi, kaku, nyeri tekan
            Otot abdomen tegang; lutut fleksi, perilaku dustraksi; gelisah; fokus pada diri sendiri

PERNAFASAN
Tanda: pernafasan dangkal, takipnea

KEAMANAN:
Gejala: riwayat inflamasi organ pelvik (salpingitis); infeksi pasca melahirkan, abses  retroperitoneal

PENYULUHAN/PEMBELAJARAN
Gejala: riwayatn adanya trauma penetrasi abdomen

PRIORITAS KEPERAWATAN
  1. Kontrol infeksi
  2. Perbaiki/pertahankan volume sirkulasi
  3. Tingkatkan kenyamanan
  4. Pertahankan nutrisi
  5. Berikan informasi tentang proses penyakit, kemungkinan komplikasi, dan kebutuhan pengobatan

TUJUAN PEMULANGAN
  1. Infeksi teratasi
  2. Komplikasi tercegah/minimal
  3. Nyeri hilang
  4. Proses penyakit, potensial komplikasi, dan program terapi dipahami

  1. DIAGNOSA KEPERAWATAN
  2. I: resiko tinggi terhadap infeksi
Kriteria hasil yang diharapkan:
  • Meningkatnya penyembuhan pada waktunya; bebas drainase purulen atau eritem; tidak demam.
  • Menyatakan pemahaman penyebab individu/faktor resiko
TINDAKAN/INTERVENSI
Mandiri

  • Catat faktor resiko individu contoh trauma abdomen, appendisitis akut, dialisa peritonial
R/:  mempengaruhi pilihan intervensi
  • Kaji tanda vital dengan sering, catat tidak membaiknya atau bberlanjutnya hipotensi, penurunan tekanan nadi, takikardia, demam, takipnea.
R/: tanda adanya syok septik, endotoksin sirkulasi menyebabkan vasodilatasi, kehilangan cairan dan sirkulasi, dan rendahnya status curah jantung
  • Catat perubahan status mental (contoh bingung, pingsan)
R/: hipoksemia, hipotensi, dan asidosis dapat menyebabkan penyimpangan status mental
  • Catat warna kulit, suhu, kelembaban.
R/: hangat, kemerahan, kulit kering adalah tanda dini septikemia. Selanjutnya manifestasi termasuk dingin, kulit pucat, lembab, dan sianosis sebagai tanda syok
  • Awasi haluaran urine
R/: oliguria terjadi akibatpenurunan perfusi ginjal, toksin dalam sirkulasi mempengaruhi antibiotik.
  • Pertahankan teknik aseptik ketat pada perawatan drain abdomen, luka insisi, dan sisi invasif. Bersihkan dengan betadin atau larutan lain yang tepat.
R/: mencegah meluas dan membatasi penyebaran organisme infektif/kontaminasi ulang
  • Observasi drainase pada luka/drain
R/: memberikan informasi tentang status infeksi
  • Pertahankan teknik sterilbila pasien dipasang kateter, dan berikan perawatan kateter/kebersihan perineal rutin
R/: mencegah penyebaran, membatasi pertumbuhan bakteri pada traktus urinarius
  • Awasi/batasi pengunjung dan staf sesuai kebutuhan. Berikan perlindungan
isolasi bila diindikasikan.
R/: menurunkan resiko terpajan pada/menambah infeksi sekundeer pada pasienyang mengalami tekanan imun.

Kolaborasi
  • Ambil contoh/awasi pemeriksaan seri darah,urine, kultur luka
R/:mengidentifikasi mikroorganisme dan membantu dalam mengkaji keefektifan program antimikrobial
  • Bantu dalam aspirasi peritoneal bila diindikasikan
R/: dilakukan untuk membuang cairan dan untuk mengidentifikasi organisme infeksi sehingga terapi antibiotik yang tepat dapat diberikan
  • Berikan antimirobial, contoh gentamicin (Garamycin), amikasin (Amikin), klindamisin (cleocin); lavase pritoneal/IV
R/: terapi ditujukan pada bakteri anaerob dan basil aerob gram negatif. Lavase dapat digunakan untuk membuang jaringan nekrotik dan mengobati inflamasi yang terlokalisai/menyebar dengan buruk
  • Siapkan untuk intervensi bedah bila diindikasikan
R/: pengobatan pilihan/kuratif pada perotinitis akut atau lokal, contoh untuk drainase abses lokal, membuang eksudat peritoneal, membuang ruptur apendiks/kandung empedu, mengatasi perforasi usus, ata reseksi usus.

DX 2: kekurangan volume cairan b/d muntah; aspirasi, demam, secara medis dibatasi
Kriteria hasil:







  1. Diagnosa Keperawatan Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan Ileus Paralitik menurut Harnawati, A. J, 2008 adalah sebagai berikut :
    1. Gangguan rasa nyaman nyeri epigastrium berhubungan dengan proses patologis penyakitnya. 2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah dan anoreksia.
    3. Potensial terjadi syok hipovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh.
    4. Gangguan pola eliminasi berhubungan dengan konstipasi.
    5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sakit kepala dan pegal - pegal seluruh tubuh.
    6. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, dan perawatan pasien ileus paralitik berhubungan dengan kurangnya informasi.
    7. Kecemasan ringan – sedang berhubungan dengan kondisi pasien yang memburuk dan perdarahan yang dialami pasien


    G. Perencanaan Keperawatan

    1. Gangguan rasa nyaman nyeri epigastrium berhubungan dengan proses patologis penyakitnya Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan rasa nyaman nyeri terpenuhi
    Kriteria hasil : Nyeri hilang / berkurang
    Rencana tindakan :
    a. Kaji tingkat nyeri
    Rasional : Untuk mengetahui seberapa berat rasa nyeri yang dirasakan dan mengetahui pemberian terapi sesuai indikasi.
    b. Berikan posisi senyaman mungkin
    Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri dan memberikan kenyamanan.
    c. Berikan lingkungan yang nyaman
    Rasional : Untuk mendukung tindakan yang telah diberikan guna mengurangi rasa nyeri.
    d. Kolaborasi dalam pemberian terapi analgetik sesuai indikasi ( Profenid 3 x 1 supp ).
    Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri


    2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah dan anoreksia
    Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan gangguan nutrisi terpenuhi
    Kriteria hasil : Mual, muntah hilang, nafsu makan bertambah, makan habis satu porsi
    Rencana tindakan :
    a. Kaji keluhan mual, sakit menelan dan muntah
    Rasional : Untuk menilai keluhan yang ada yang dapat menggangu pemenuhan kebutuhan nutrisi.
    b. Kolaborasi pemberian obat anti emetik (Antacid )
    Rasional : Membantu mengurangi rasa mual dan muntah.


    3. Potensial terjadi syok hipovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan syok hipovolemik tidak terjadi
    Kriteria hasil : Tanda – tanda vital dalam batas normal, volume cairan tubuh seimbang, intake cairan terpenuhi.
    Rencana tindakan :
    a. Monitor keadaan umum
    Rasional : Menetapkan data dasar pasien untuk mengetahui penyimpangan dari keadaan normalnya.
    b. Observasi tanda – tanda vital
    Rasional : Merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
    c. Kaji intake dan output cairan
    Rasional : Untuk mengetahui keseimbangan cairan
    d. Kolaborasi dalam pemberian cairan intravena
    Rasional : Untuk memenuhi keseimbangan cairan


    4. Gangguan pola eliminasi berhubungan dengan konstipasi
    Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan gangguan pola eliminasi tidak terjadi
    Kriteria hasil : Pola eliminasi BAB normal
    Rencana tindakan :
    a. Kaji dan catat frekuensi, warna dan konsistensi feces
    Rasional : Untuk mengetahui ada atau tidaknya kelainan yang terjadi pada eliminasi fekal.
    b. Auskultasi bising usus
    Rasional : Untuk mengetahui normal atau tidaknya pergerakan usus.
    c. Anjurkan klien untuk minum banyak
    Rasional : Untuk merangsang pengeluaran feces.
    d. Kolaborasi dalam pemberian terapi pencahar (Laxatif)
    Rasional : Untuk memberi kemudahan dalam pemenuhan kebutuhan eliminasi


    5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sakit kepala dan pegal - pegal seluruh tubuh Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan gangguan pola tidur teratasi
    Kriteria hasil : Pola tidur terpenuhi
    Rencana tindakan :
    a. Kaji pola tidur atau istirahat normal pasien
    Rasional : Untuk mengetahui pola tidur yang normal pada pasien dan dapat menentukan kelainan pada pola tidur.
    b. Beri lingkungan yang nyaman
    Rasional : Untuk mendukung pemenuhan kebutuhan aktivitas dan tidur.
    c. Batasi pengunjung selama periode istirahat
    Rasional : Untuk menjaga kualitas dan kuantitas tidur pasien
    d. Pertahankan tempat tidur yang hangat, bersih dan nyaman
    Rasional : Supaya pasien dapat tidur dengan nyaman
    e. Kolaborasi pemberian terapi analgetika
    Rasional : Agar nengurangi rasa nyeri yang menggangu pola tidur pasien



    6. Kecemasan ringan – sedang berhubungan dengan kondisi pasien yang memburuk dan perdarahan yang dialami pasien
    Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan kecemasan tidak terjadi
    Kriteria hasil : Kecemasan berkurang
    Rencana tindakan :
    a. Kaji rasa cemas klien
    Rasional : Untuk mengetahui tingkat kecemasan pasien
    b. Bina hubungan saling percaya dengan klien dan keluarga
    Rasional : Untuk terbinanya hubungan saling pecaya antara perawat dan pasien.
    c. Berikan penjelasan tentang setiap prosedur yang dilakukan terhadap klien
    Rasional : Agar pasien mengetahui tujuan dari tindakan yang dilakukan pada dirinya.



    7. Kurang pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan kurangnya informasi. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam diharapkan pengetahuan pasien meningkat.
    Kriteria Hasil : Tingkat pengetahuan pasien meningkat
    Rencana Tindakan :
    a. Jelaskan pada pasien tentang penyakitnya
    Rasional : Pasien dapat mengetahui mengenai penyakitnya dan mendapatkan informasi yang akurat.
    b. Berikan waktu untuk mendengarkan emosi dan perasaan pasien
    Rasional : Agar pasien dapat mengungkapkan perasaannya kepada perawat
    c. Beri penyuluhan mengenai penyakitnya
    Rasional : Untuk meningkatkan pengetahuan pasien mengenai penyakitnya.



    H. Pelaksanaan Keperawatan
    Pelaksanaan keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Drs. Nasrul Effendi, 1999). Ada tiga fase dalam tindakan keperawatan, yaitu : 1. Fase Persiapan Meliputi pengetahuan tentang rencana, validasi rencana, pengetahuan dan keterampilan menginterpretasikan rencana, persiapan klien dan lingkungan. 2. Fase Intervensi Merupakan puncak dari implementasi yang berorientasi pada tujuan dan fokus pada pengumpulan data yang berhubungan dengan reaksi klien termasuk reaksi fisik, psikologis, sosial dan spiritual. Tindakan keperawatan dibedakan berdasarkan kewenangan dan tanggung jawab secara professional, yaitu : a. Secara Mandiri ( Independen ) Adalah tindakan yang diprakarsai sendiri oleh perawat untuk membantu pasien dalam mengatasi masalahnya atau menanggapi reaksi karena adanya stressor ( penyakit ), misalnya : 1) Membantu klien dalam melakukan kegiatan sehari – hari 2) Melakukan perawatan kulit untuk mencegah dekubitus 3) Memberikan dorongan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya secara wajar. 4) Menciptakan lingkungan terapeutik b. Saling ketergantungan / kolaborasi ( Interdependen ) Adalah tindakan keperawatan atas dasar kerja sama sesama tim perawatan atau kesehatan lainnya seperti dokter, fisiotherapy, analisis kesehatan, dsb. c. Rujukan / Ketergantungan Adalah tindakan keperawatan atas dasar rujukan dari profesi lain diantaranya dokter, psikologis, psikiater, ahli gizi, fisiotherapi, dsb. Pada penatalaksanaanya tindakan keperawatan dilakukan secara : 1) Langsung : Ditangani sendiri oleh perawat 2) Delegasi : Diserahkan kepada orang lain / perawat lain yang dapat dipercaya 3. Fase Dokumentasi Merupakan terminasi antara perawat dan klien. Setelah implementasi dilakukan dokumentasi terhadap implementasi yang dilakukan.



    I. Evaluasi Keperawatan
    Adalah mengukur keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan klien.
    Teknik penilaian yang didapat dari beberapa cara, yaitu :
    1. Wawancara : Dilakukan pada klien dan keluarga
    2. Pengamatan : Pengamatan klien terhadap sikap, pelaksanaan, hasil yang dicapai dan perubahan tingkah laku klien.

    Jenis evaluasi ada dua macam, yaitu :
    a. Evaluasi Formatif Evaluasi yang dilakukan pada saat memberikan intervensi dengan respon segera.
    b. Evaluasi Sumatif Merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dan analisis status pasien p pada saat tertentu berdasarkan tujuan rekapitulasi dari hasil yang direncanakan pada tahap perencanaan. Ada tiga alternatif yang dapat dipergunakan oleh perawat dalam memutuskan / menilai :
    1) Tujuan tercapai : Jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
    2) Tujuan tercapai sebagian : Jika klien menunjukkan perubahan sebagian dari standar dan kriteria yang telah ditetapkan.
    3) Tujuan tidak tercapai : Jika klien tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan sama sekali dan akan timbul masalah baru.

0 Response to "ASKEP ILEUS PARALITIK"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel